Gallery

Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (1) [Dalil-dalil & Alasan Pembagian Tauhid]

aboeaswad.wordpress.com

aboeaswad.wordpress.com

Sebagian Saudara kita sangat fobi dengan pembagian tauhid menjadi tiga, (1) Tauhid Ar-Rububiyah, (2) Tauhid Al-‘Uluhiyah/al-‘Ubudiyah, dan (3) Tauhid al-Asmaa’ wa as-Sifaat. Bahkan barang kali ada yang menyamakan pembagian ini dengan aqidah TRINITAS kaum Nasrani yang meyakini Allah terdiri dari 3 oknum (http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/403-pembagian-tauhid-menjadi-tiga-adalah-trinitas). wal iyaadzu billah. Ada juga yang mengatakan bahwa pembagian tersebut hanya akal-akalan dan bualan kaum salafi dan baru pertama kali dicetuskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh. Ada juga yang dianggap ulama, mengatakan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga menyelisihi akidah kaum muslimin!?  Benarkah hal tersebut?

Sebagai seorang muslim yang selalu mengedepankan ilmu atas perkataan, selayaknya kita menelaah akan hal yang sangat penting ini, agar aqidah kita selamat dari syirik dan penyakit hati lainnya.

Jawaban ringkas untuk menjelaskan ketiga macam tauhid tersebut adalah, mari kita tanyakan hal-hal berikut ini kepada masyarakat umum:

1. Apakah mengakui bahwa Allahlah satu-satunya yang Menciptakan, yang memberi rizqi, yang mengatur alam ini ? Jika ya, maka anda telah mentauhidkan Rubbubiyah Allah.

2. Apakah anda meyakini bahwa hanya Allah lah yang berhak untuk diibadahi? jika ya, maka anda telah mengakui Tauhid Ulluhiyah, yaitu mentauhidkan Allah dlm ibadah.

3. Apakah anda meyakini bahwa Allah mempunyai Nama dan sifat Yang Maha Sempurna dan Maha Agung ? jika ya, maka anda telah mengakui Tauhid ‘Asma wa sifat.

Namun jika anda tidak mengimani satu saja dari ketiga tauhid tsb diatas, maka anda telah rusak tauhidnya bukan? naudzubillah. (http://khansa.heck.in/pembagian-tauhid-adalah-untuk-mempermuda.xhtml)

Secara umum tidak ada yang menolak, karena Allah memang Maha Esa dalam ketiga hal di atas. Lantas kenapa harus ada pengingkaran jika maknanya disetujui dan disepakati..?? (http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/403-pembagian-tauhid-menjadi-tiga-adalah-trinitas)

Tulisan ini mencoba menelaah pembagian ketiga jenis tauhid ini

A. Pembagian Tauhid dan Dalil-dalil yang Mendasarinya

B. Mengapa Tauhid harus Dibagi Menjadi 3?

C. Darimana Asal-Usul Pembagian Tauhid Menjadi 3? (Perkataan Para Ulama Salaf Terkait Masalah Ini)

D. Apa Akibatnya jika Tidak Mau Membagi Tauhid Menjadi 3?

Mari kita bahas satu persatu, semoga bermanfaat untuk saya khususnya dan bagi siapa saja yang membacanya

 

A. Pembagian Tauhid dan Dalil-dalil yang Mendasarinya

Tauhid menurut bahasa berarti: menjadikan sesuatu itu satu. Sedangkan menurut istilah syar’i berarti : Pengesaan terhadap Allah subhaanahu wa ta’ala dengan sesuatu yang khusus bagi-Nya, baik dalam uluhiyyah-Nya, rububiyyah-Nya, asma’ dan sifat-Nya. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa tauhid ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : Tauhid RububiyyahTauhid Uluhiyyah, dan Tauhid Asmaa’ wa Shifaat Allah. (http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/10/pembagian-tauhid-menurut-ahlus-sunnah.html)

Pengertian dari masing-masing tauhid ini pernah saya ulas di: https://abumuhammadblog.wordpress.com/2013/01/07/hakikat-dan-kedudukan-tauhid/. Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:

1. Dalil-dalil yang menunjukkan tauhid rububiyyah:

a). Al Fatihah: 1 dan 2; b). Al A’rof: 54; c). Ar Ro’d: 16; d). Al Mu’minun: 84-89; e). Al Mu’min/Al Ghofir: 64; f). Az-Zumar: 62; g). Lukman: 25

2. Dalil-dalil yang menunjukkan tauhid uluhiyyah:

a). Al Fatihah: 1, 2, 4, dan 5; b). Al Baqoroh: 21; c). Az Zumar: 2-3; d). Az Zumar: 14-15; e). Al Bayyinah: 5;  f). Al-Anbiyaa’ : 25; g). An-Nahl : 36; h). Ali-’Imran : 18; i). Al-Qashash : 88; j). Al-Mukminun : 117; k). Huud : 101; l). Lukman : 30; m).  An-Najm : 23

3. Dalil-dalil yang menunjukkan tauhid asma’ wash shifat:

a). Al Fatihah: 3-4; b). Al Isro’: 110; c). Maryam: 65; d). Thoha: 8; e). Asy-Syuro: 11

Selengkapnya, bacalah di: http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf dan http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/10/pembagian-tauhid-menurut-ahlus-sunnah.html

Termasuk ayat-ayat yang mengumpulkan pembagian tauhid yang tiga adalah firman Allah tabaraka wa ta’ala dalam Surat Maryam.

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

 “Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kalian mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (QS. Maryam: 65)

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdurrohman bin Sa’di rahimahullah (berkata) ketika menerangkan bentuk pendalilan dari ayat di atas (diringkas):

“Ayat ini mengandung prinsip yang agung yaitu: tauhidur- rububiyah, dan Allah ta’ala adalah Rabb, Pencipta, Pemberi rezeki, serta Pengatur segala sesuatu, dan tauhid al-uluhiyah wal ibadah. Allah ta’ala adalah Sesembahan yang Berhak untuk Diibadahi. Dan sungguh Rububiyah Allah mewajibkan adanya per-ibadahan serta pentauhidan-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat tersebut terdapat fa’ dalam firmannya: فَاعْبُدْهُ. Ini menunjukkan kepada suatu sebab, yang maksudnya: karena Allah adalah Rabb bagi segala sesuatu maka Allah pulalah Dzat yang pantas disembah, maka sembahlah Allah…” (http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf)

Perhatikanlah pembagian tauhid menjadi tiga dalam satu ayat ini, yaitu:

1. Firman-Nya, “(Dia lah) Robb (baca: pencipta, penguasa, pengatur, dan pemberi rizki) langit-langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya.” adalah merupakan penetapan macam tauhid yang pertama, tauhid rububiyyah (mengesakan Allah dalam penciptaan)

2. Firman-Nya, “Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya.” adalah macam tauhid yang kedua, yaitu tauhid uluhiyyah (mengesakan Allah dalam peribadatan)

3. Dan firman-Nya, “Apakah kau mengetahui ada sesuatu yang menyamai-Nya.” adalah macam tauhid yang ketiga, yaitu tauhid asma’ & shifat. (http://almarwadi.wordpress.com/2012/09/27/klaim-bidahnya-pembagian-tauhid-serta-bantahan-atasnya/)

 

B. Mengapa Tauhid harus Dibagi Menjadi 3?

Sepengetahuan saya (Abu Muhammad), setidaknya ada 6 alasan syar’i, di balik pembagian tauhid menjadi 3, yaitu sebagai berikut:

1. Tauhid Ar-Rububiyyah saja Tidaklah Cukup

Alloh Jalla wa A’la telah menceritakan di dalam kitab-Nya tentang keadaan kaum musyrikin yang telah mengikrarkan Tauhidur-Rububiyah. Allah berfirman,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (Yunus: 31)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (Az-Zukhruf: 87)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan sesungguhnya jika kalian menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?”Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. (Al-Ankabut: 63)

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada sesembahan (yang lain)? Amat sedikitlah kalian mengingati (Nya). (An-Naml: 62)

Dalil-dalil di atas adalah bukti bahwa mereka (kaum musyrikin) dahulu mengenal Allah dan mengetahui tentang rububiyah, kekuasaan serta pengaturanNya. Walaupun demikian, sekedar pengakuan tidaklah mencukupi dan menyelamatkan mereka. Hal ini dikarenakan kesyirikan mereka dalam tauhid al-ibadah yang merupakan makna “La Ilaha illallah”. Karena itu Allah ta’ala berfirman tentang mereka:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106)  [http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf]

Ibnu Jarir At-Thobari -Imamnya para ahli tafsir- dalam tafsirnya (Jaami’ul Bayaan ‘an takwiil Aayi Al-Qur’aan tatkala menafsirkan surat Yusuf ayat 106), beliau berkata :

((Perkataan tentang penafsiran firman Allah “Dan tidaklah kebanyakan mereka beriman kepada Allah kecuali mereka berbuat kesyirikan” (QS Yusuf : 106)

Allah berkata : Dan tidaklah kebanyakan mereka –yaitu yang telah disifati oleh Allah dengan firmanNya وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ “Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya” (QS Yusuf : 105)- mengakui bahwasanya Allah pencipta mereka, pemberi rizki kepada mereka, dan pencipta segala sesuatu melainkan mereka berbuat kesyirikian kepada Allah dalam peribadatan mereka kepada patung-patung dan arca-arca dan menjadikan selain Allah sebagai tandingan bagi Allah dan persangkaan mereka bahwasanya Allah memiliki anak. Maha tinggi Allah dari apa yang mereka ucapkan. Dan para ahli tafsir berpendapat seperti pendapat kami ini)) (Tafsir At-Thobari 13/372)

Setelah itu Imam Ibnu Jarir At-Thobari menyebutkan perkataan para ahli tafsir dari kalangan para sahabat dan para tabi’in tentang tafsiran ayat ini. Beliau kemudian meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas –radhiallahu ‘anhumaa-, beliau berkata :

Termasuk keimanan mereka adalah jika dikatakan kepada mereka : Siapakah yang menciptakan langit?, siapakah yang menciptakan bumi?, siapakah yang menciptakan gunung?, mereka menjawab : Allah. Namun mereka berbuat kesyirikan” (Tafsir At-Tobari 13/373)

Ibnu Jarir juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Ikrimah –rahimahullah- beliau berkata:

“Termasuk kemimanan mereka adalah jika dikatakan kepada mereka : Siapakah yang menciptakan langit?, mereka menjawab : Allah. Jika mereka ditanya : Siapakah yang menciptakan kalian?, mereka menjawab : Allah. Padahal mereka berbuat kesyirikan kepada Allah” (Tafsir At-Thobari 13/373)

Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dengan beberapa jalan dari Mujahid -rahimahullah-, diantaranya beliau berkata :

“Keimanan mereka adalah perkataan mereka : Allah pencipta kami dan Yang memberi rizki kepada kami dan mematikan kami. Inilah keimanan (mereka) bersama keyirikan mereka dengan beribadah kepada selain Allah” (Tafsir At-Thobari 13/374)

Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Qotaadah –rahimahullah-, beliau berkata :

Keimanan mereka ini, (yaitu) tidaklah engkau bertemu dengan seorangpun dari mereka kecuali ia mengabarkan kepadamu bahwasannya Allah adalah Robnya, dan Dialah yang telah menciptakannya dan memberi rizki kepadanya. Padahal dia berbuat kesyirikan dalam ibadahnya” (Tafsir At-Thobari 13/375)

Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam rahimahullah, beliau berkata :

“Tidak seorangpun yang menyembah selain Allah –bersama penyembahannya terhadap Allah- kecuali ia beriman kepada Allah dan mengetahui bahwasanya Allah adalah Robnya, dan Allah adalah penciptanya dan pemberi rizkinya, dan dia berbuat kesyirikan kepada Allah. Tidakkah engkau lihat bagaimana perkataan Nabi Ibrahim :

قَالَ أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ (٧٥)أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الأقْدَمُونَ (٧٦)فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلا رَبَّ الْعَالَمِينَ (٧٧)

Ibrahim berkata: “Maka Apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, karena Sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam (QS As-Syu’aroo 75-77)

Nabi Ibrahim telah mengetahui bahwasanya mereka menyembah (juga) Allah bersama dengan penyembahan mereka kepada selain Allah. Tidak seorangpun yang berbuat syirik kepada Allah kecuali ia beriman kepadaNya. Tidakkah engkau lihat bagaimana orang-orang Arab bertalbiah?, mereka berkata : “Kami memenuhi panggilanmu Ya Allah, kami memenuhi panggilanmu, tidak ada syarikat bagiMu, kecuali syarikat milikMu yang Engkau menguasainya dan dia tidak memiliki apa-apa”. Kaum musyrikin Arab dahulu mengucapkan talbiah ini” (Tafsir At-Thobari 13/376)

Inilah penafsiran sahabat dan para tabi’in, semuanya sepakat bahwasanya kaum musyrikin mengakui bahwa Allah pencipta mereka dan yang memberi rizki kepada mereka.

Allah banyak menyebutkan ayat-ayat seperti ini –yang menjelaskan pengakuan kaum musyrikin terhadap rububiyyah Allah- dalam Al-Qur’an dan tidak sekalipun Allah menyebutkan dan menjelaskan bahwasanya perkataan mereka tersebut hanya untuk membela diri. Bukankah tatkala Allah menyebutkan perkataan orang-orang munafiq yang dusta maka Allah menjelaskan bahwasanya perkataan mereka tersebut dusta dan bertentangan dengan keyakinan mereka. Dan hal ini banyak dalam al Qur’an. Maka jika seandainya pengakuan kaum musyrikin tersebut hanyalah dusta maka tentu akan dijelaskan oleh Allah meskipun hanya sekali. (http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/82-persangkaan-abu-salafy-al-majhuul-bahwasanya-kaum-musyrikin-arab-tidak-mengakui-rububiyyah-allah).

Selengkapnya bacalah situs tersebut

Namun, sekali lagi, hanya sekedar tauhid Rububiyah tersebut tidak terus menjadikan mereka kaum musyrikin arab tersebut mendapatkan label muwahhid dan selamat dari peperangan dengan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Al-Quran mengabadikan kesyirikan mereka

 

Bersambung ke: Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (2) [Alasan Pembagian Tauhid-2]

4 comments on “Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (1) [Dalil-dalil & Alasan Pembagian Tauhid]

  1. Assalamualaikum

    Maaf ustadz. Ada yg membantah… bgimana dg surah ali imran 80. Kenapa bukan ilaahan. Tapi arbaban? Itu berarti tdk ada namanya rububiyah dan uluhiyah…..artinya arbaban tetap tuhan pencipta sekaligus yang di ibadahi…
    Syukron

    • wa’alaikumus salam. Saya bukan ustadz, tapi insyaAllah saya jawab
      1. Seandainya dia meyakini bahwa hanya Allah lah yang berhak untuk diibadahi, walaupun tidak tahu dalilnya, maka hal tersebut sudah menandakan tauhid uluhiyahnya sudah benar
      2. Pendalilan tauhid tidak adanya tauhid uluhiyah hanya dengan ayat tersebut tidak semerta-merta menggugurkan dalil-dalil tauhid uluhiyah yang lain (sudah saya sebutkan di halaman ini)
      3. Mengakui adanya rabb (tauhid rububiyah) berkonsekuensi menyembahnya-Nya satu-satunya (tauhid uluhiyah) [QS. Maryam: 65]
      4. Memang terkadang di dalam Al Qur’an atau As Sunnah kata rabb dipakai dalam konteks pembicaraan tertentu sementara yang dimaksudkan adalah makna ilah, bukan semata-mata rabb dalam artian rububiyah. Seperti ayat yang disebutkan oleh penanya yaitu surat Yusuf ayat 39. Di dalam ayat itu disebutkan perkataan Nabi Yusuf ketika berdakwah di dalam penjara, “Hai dua orang temanku di penjara.
      Manakah yang lebih baik; rabb-rabb yang bermacam-macam itu ataukah Allah ilah yang esa lagi Maha Kuasa?” Kata rabb dalam ayat ini digunakan dengan makna ilah. Untuk membuktikan hal ini marilah kita lihat sebuah hadits yang menceritakan perbincangan antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
      salah seorang sahabatnya yang dulunya Nasrani yaitu Adi bin Hatim.
      Dari Adi bin Hatim, suatu ketika dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini, “Mereka (ahli kitab) telah menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka itu sebagai rabb-rabb selain Allah.” (QS. At Taubah: 31). Maka aku (Adi) berkata kepada beliau, “Sesungguhnya kami dahulu tidak menyembah mereka.” Nabi menjawab, “Bukankah dahulu mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah kemudian kalian pun ikut mengharamkannya. Dan mereka juga menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan kalian pun ikut menghalalkannya?” Lalu kukatakan, “Iya, betul demikian.” Maka Nabi bersabda, “Itulah yang dimaksud penyembahan kepada mereka.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, Tirmidzi meng-hasan-kannya).
      Hadits yang mulia ini menunjukkan banyak pelajaran yang sangat berharga kepada
      kita, di antaranya:
      Adi bin Hatim memahami makna ayat ‘menjadikan pendeta dan rahib sebagai rabb’ ialah menyembah mereka. Ini menunjukkan bahwa kata rabb di sini digunakan dan dipahami dengan makna ilah/sesembahan bukan rabb dalam artian pencipta, dsb.
      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui pemahaman Adi bin Hatim bahwa makna ‘menjadikan pendeta dan rahib sebagai rabb’ adalah menyembah mereka, bukan dalam artian menjadikan mereka sebagai pencipta, penguasa dan pengatur alam ini. Sehingga Nabi dan Adi bin Hati sepakat tentang makna rabb dalam ayat ini adalah dipahami dengan makna ilah.
      Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa kata rabb di dalam ayat di atas (QS. Yusuf: 39) adalah dipakai dan harus dipahami dengan makna ilah, berdasarkan realita dan pemahaman terhadap kandungan ayat-ayat Al Qur’an yang lain dan juga tafsiran dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut.(http://muslim.or.id/aqidah/menyoal-pemaknaan-syahadat.html)

Leave a comment