Gallery

Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (4) [Akibat Tidak Mau Membagi Tauhid Menjadi 3]

Artikel sebelumnya di: Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (3) [Asal-Usul Pembagian Tauhid]

 

flexmedia.co.id

flexmedia.co.id

D. Apa Akibatnya jika Tidak Mau Membagi Tauhid Menjadi 3?

Barangkali masih ada yang bertanya, memangnya apa salahnya jika tidak mau membagi tauhid menjadi tiga? Setidaknya ada 2 kesalahan fatal yang akan dialami oleh orang yang tidak mau meyakini tauhid rububiyyah, uluhiyyah, dan asma wa shifat adalah:

1. Hanya Meyakini Tauhid Rububiyah saja, Salah dalam Cara Beribadah yang Benar (yang Selamat dari Kesyirikan)

Hal ini sudah dijelaskan dalam poin B. 1 di atas.

Mereka juga menafsirkan syahadat Laa ilaaha illalloh sebagai

  • Tidak ada Tuhan selain Allah (Laa Robba illallah)

Ini adalah penafsiran yang batil dan di bawahnya ada beberapa penafsiran yang batil yang semuanya kembali kepada makna ini, yaitu :

a. Tidak ada pencipta selain Allah (Laa Kholiqa illallah)

b. Tidak ada yang menguasai atau memberi rezki kecuali Allah (Laa malika aw roziqa illallah)

c. Tidak ada yang sanggup mengadakan yang baru kecuali Allah (Laa qodira ’alal ikhtiro’ illallah) dan ini adalah penafsiran para ahli kalam dan filsafat.

Ketiga makna ini dan makna-makna yang semisalnya kita katakan bisa kembali kepada penafsiran tidak ada Tuhan selain Allah (Laa Robba illallah) , karena kata robbun (Tuhan) secara bahasa Arab mencakup 3 makna, yaitu Al-Kholiq (pencipta), Al-Malik (penguasa) dan Al-Mudabbir (pengatur) maka siapa yang meyakini bahwa Allah adalah Tuhannya berarti dia meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan dia, hanya Allah yang menguasai dia dan hanya Allah yang mengatur dirinya beserta seluruh makhluk.

Setelah ini dipahami, maka ketahuilah bahwa makna kalimat ini “Tidak Ada Tuhan selain Allah’ adalah benar, hanya saja yang bermasalah dan yang merupakan kebatilan kalau kalimat ini dijadikan sebagai makna kalimat tauhid laa ilaha illallah. Karena kalau kalimat tauhid ditafsirkan dengan penafsiran seperti ini maka berarti siapa saja yang telah mengakui hanya Allah sebagai Robb (Tuhan) –yakni sebagai pencipta, penguasa dan pengatur- maka berarti dia telah berlaa ilaha illallah atau telah masuk Islam, padahal orang-orang musyrikin dan ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) bahkan seluruh makhluk -kecuali beberapa kelompok kecil dari manusia- dari dahulu sampai sekarang semuanya mengakui bahwa ’Tidak ada Tuhan selain Allah’. Mereka tidak pernah ada yang mengatakan apalagi meyakini bahwa ada pencipta selain Allah atau ada yang menguasai dan mengatur alam semesta selain Allah, tidak sama sekali akan tetapi bersamaan dengan semua keyakinan di atas –yakni keyakinan hanya Allah sebagai pencipta, penguasa dan pengatur alam semesta tanpa selainnya atau dengan kalimat lebih ringkas keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah-, mereka tetap dikatakan musyrik dan kafir, tetap diperangi oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan tetap diperintahkan untuk mengucapkan Laa ilaha illalah, menunjukkan bukan makna ini yang diinginkan dari kalimat tauhid yang mulia ini. (http://almakassari.com/beberapa-penafsiran-batil-dari-kalimat-tauhid-%E2%80%9Claa-ilaaha-illallah%E2%80%9C.html)

Sekali lagi, lihat kembali bantahan atas keyakinan ini di poin B. 1 di atas.

Padahal tafsiran yang benar adalah sebagaimana perkataan ulama berikut ini:

Berkata Al-Imam Ibnu Qoyyim dalam Madarij As-Salikin (1/18) :

“Nama “Allah” menunjukkan bahwa Dialah yang merupakan ma’luh (yang disembah) ma’bud (yang diibadahi). Seluruh makhluk beribadah kepadanya dengan penuh kecintaan, pengagungan dan ketundukan”.

Berkata Imam Ibnu Rajab :

Al-Ilah adalah yang ditaati dan tidak didurhakai karena mengagungkan dan memuliakan-Nya, merasa cinta, takut, berharap dan bertawakkal kepada-Nya, meminta dan berdo’a pada-Nya. Dan semua ini tidak boleh kecuali kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka siapa yang mengikutsertakan makhluk-Nya pada salah satu dari perkara-perkara yang merupakan kekhususan penyembahan (ibadah) ini maka dia telah merusak keikhlasannya dalam kalimat Laa Ilaaha Illallah. Dan padanya terdapat peribadatan kepada makhluk (kesyirikan) yang kadarnya sesuai dengan banyak atau sedikitnya hal-hal tersebut terdapat padanya”.

Berkata Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh :

“Dan ini banyak dijumpai pada perkataan kebanyakan ulama salaf dan merupakan ‘ijma (kesepakatan) dari mereka. Maka kalimat ini menunjukkan penafian penyembahan terhadap segala apa saja selain Allah bagaimanapun kedudukannya. Dan menetapkan penyembahan hanya kepada Allah saja semata. Dan ini adalah tauhid yang didakwahkan seluruh Rasul dan ditunjukkan oleh Al-Qur’an dari awal sampai akhirnya”.

Adapun dalil-dalilnya, antara lain: QS. Al-Baqarah : 256, Az-Zukhruf : 26-27, An-Nisa` : 36, Adz-Dzariy at : 56, Al-Baqarah : 29, An-Nahl : 36, Al-Anbiya` : 25, Az-Zukhruf : 45, Hud : 1-2, dan Az-Zumar : 2

Jadi, makna Laa ilaaha illallahadalah tidak ada sembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah.

Sebagai bukti terakhir atas hal ini, lihatlah bagaimana jawaban kaum musyrikin tatkala diperintah mengucapkan kalimat tauhid, spontan mereka menolak karena sangat mengetahui apa makna dan konsekwensi kalimat ini yaitu harusnya meninggalkan semua sembahan mereka dan menjadikannya hanya satu sembahan yaitu hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka betapa celakanya seseorang yang mengaku muslim yang Abu Jahl lebih tahu dan lebih faham tentang makna laa Ilaha illallah daripada dirinya. Wallahul musta’an. (http://almakassari.com/makna-kalimat-tauhid-laa-ilaha-illallah.html)

Baca selengkapnya tentang makna kalimat “Laa ilaaha illalloh” di situs tersebut

Kita dapati kaum asyairoh dalam buku-buku aqidah mereka menyatakan bahwa أَوَّلُ وَاجِبٍ عَلَى الْمُكَلَّفِ هُوَ النَّظْرُ (Yang pertama wajib bagi seorang mukallaf adalah pengamatan untuk meyakini adanya pencipta). Sehingga konsentrasi mereka adalah tentang penetapan akan adanya Tuhan Pencipta Yang Maha Esa dalam Penciptaan

Akibat dari salah penafsiran tentang laa ilaaha illallah ini akhirnya seseorang yang beristighotsah dan berdoa kepada selain Allah tidaklah terjerumus dalam kemusyrikan selama meyakini bahwa pencipta satu-satunya adalah Allah.

Karenanya kita dapati sebagian orang alim mereka (sebagian kiyai) terjerumus dalam kesyirikan atau membolehkan kesyirikan. Menurut mereka hal-hal berikut bukanlah kesyirikan :

– Berdoa kepada mayat, meminta pertolongan dan beristighotsah kepada mayat bukanlah kesyirikan, selama meyakini bahwa mayat-mayat tersebut hanyalah sebab dan Allahlah satu-satunya yang menolong

–  Jimat-jimat bukanlah kesyirikan selama meyakini itu hanyalah sebab, dan yang menentukan hanyalah Allah. Karenanya kita dapati sebagian kiyai menjual jimat-jimat

– Bahkan kita dapati sebagian kiyai mengajarkan ilmu-ilmu kanuragan atau ilmu-ilmu sihir. Karena selama meyakini itu hanyalah sebab dan Allah yang merupakan sumber kekuatan maka hal ini bukanlah kesyirikan.

– Sebagian mereka juga membolehkan memberikan sesajen atau tumbal kepada lumpur lapindo atau kepada gunung yang akan meletus, karena menurut mereka hal itu bukanlah bentuk kesyirikan kepada Allah. (http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/403-pembagian-tauhid-menjadi-tiga-adalah-trinitas)

Naudzu billahi min dzaalik. Berikut bantahannya

Padahal, doa adalah ibadah yang sangat penting, yang jika diserahkan kepada selain Allah, maka merupakan syirik besar

Sesungguhnya doa merupakan ibadah yang sangat penting, karena pada doa nampaklah kerendahan dan ketundukan orang yang berdoa kepada dzat yang menjadi tujuan doa. Pantas saja jika Nabi bersabda :

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ : {وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ}.

“Doa itulah ibadah”, kemudian Nabi membaca firman Allah ((Dan Rob kalian berkata : Berdoalah kepadaKu niscaya Aku kabulkan bagi kalian))” (HR Ahmad no 18352, Abu Dawud no 1481, At-Tirmidzi no 2969, Ibnu Maajah no 3828, dan isnadnya dinyatakan jayyid (baik) oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 1/49)

Al-Hulaimi (wafat tahun 403 H) berkata :

“Dan doa secara umum merupakan bentuk ketundukkan dan perendahan, karena setiap orang yang meminta dan berdoa maka ia telah menampakkan hajatnya (kebutuhannya) dan mengakui kerendahan dan kebutuhan kepada dzat yang ia berdoa kepadanya dan memintanya. Maka hal itu pada hamba seperti ibadah-ibadah yang dilakukan untuk bertaqorrub kepada Allah. Oleh karenanya Allah berfirman ((Berdoalah kepadaku niscaya akan Aku kabulkan, sesungguhnya orang-orang yang sombong dari beribadah kepadaku akan masuk dalam neraka jahannam dalam keadaan terhina)). Maka Allah menjelaskan bawhasanya doa adalah ibadah” (Al-Minhaaj fai syu’ab Al-Iimaan 1/517)

Ar-Roozi menyebutkan dalil yang banyak kemudian ia berkata :

“Allah berfirman ((Dan jika hamba-hambaKu bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang aku maka sesungguhnya aku dekat)), dan Allah tidak berkata ((Katakanlah aku dekat)), maka ayat ini menunjukkan akan pengagungan kondisi tatkala berdoa dari banyak sisi. Yang pertama, seakan-akan Allah berkata : HambaKu engkau hanyalah membutuhkan washithoh (perantara) di selain waktu berdoa adapun dalam kondisi berdoa maka tidak ada perantara antara Aku dan engkau” (Mafaatihul Goib 5/106)

Sungguh dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya berdoa kepada selain Allah merupakan kesyirikan sangatlah banyak. Diantaranya firman Allah  dalam surat QS Al-Ahqoof : 5; Al-Mukminun: 117; Asy-Syu’aroo: 213; An-Naml: 62; QS Al-Qoshosh: 88; dan Al-Jin: 18.

Rasulullah bersabda :

مَنْ مَاتَ وَهْوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ

“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan berdoa kepada selain Allah maka masuk neraka” (HR Al-Bukhari no 4497)

Itulah dalil yg banyak yang menunjukkan bahwa berdoa kepada selain Allah merupakan kesyirikan.

Allah dan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam tidak pernah mengecualikan bahwasanya jika berdoa kepada makhluk dengan keyakinan bahwasanya makhluk tersebut (baik malaikat atau nabi atau wali) tidak ikut mencipta, mengatur, dan memberi rizki secara independent maka bukan kesyirikan. (http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/128-bantahan-terhadap-abu-salafy-seri-7-qperkataan-abu-salafy-berdoa-kepada-selain-allah-tidak-mengapa-selama-tidak-syirik-dalam-tauhid-rububiyahq)

Bacalah bantahan atas hal ini secara lebih luas dalam situs tersebut. Baca juga tentang bantahan terhadap orang yang menjadikan mayat orang sholih atau Nabi sebagai perantara dalam berdoa di situs http://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/126-bantahan-terhadap-abu-salafy-seri-5-hakikat-kesyirikan-kaum-muysrikin-arab

 

Bersambung ke: Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (5) [Akibat Tidak Mau Membagi Tauhid Menjadi 3, lanjutan]

Leave a comment