Gallery

Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (3) [Asal-Usul Pembagian Tauhid]

Artikel sebelumnya di: Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (2) [Alasan Pembagian Tauhid-2]

 

ilmoe.com

ilmoe.com

C. Darimana Asal-Usul Pembagian Tauhid Menjadi 3? (Perkataan Para Ulama Salaf Terkait Masalah Ini)

Kitab-kitab salafush sholih sarat dengan pembagian tauhid tersebut, terkadang disebutkan secara langsung atau sesuatu yang tersirat, apabila dinukilkan semua tentang perkataan mereka dalam permasalahan ini, maka pembahasannya akan panjang. Akan tetapi, disini dicukupkan dengan sebagian nukilan dari para salaf umat ini, dan untaian ringkas dan mudah dari perkataan mereka yang mengandung penyebutan pembagian tauhid yang tiga. (http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf)

1. Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit yang wafat pada tahun 150 H berkata dalam kitab beliau Al-Fiqhul Absath :

“Allah itu diseru dengan suatu sifat yang tinggi bukan dengan sifat yang rendahan, karena sifat yang rendah bukanlah termasuk sifat rububiyah dan uluhiyah sedikitpun”.

Perkataan beliau: “Diseru dengan suatu sifat yang tinggi bukan dengan sifat yang rendahan”, padanya terdapat penetapan sifat ketinggian Allah. Dan ini termasuk ke dalam tauhid asma wash shifat yang di dalamnya terdapat bantahan terhadap orang-orang Jahmiyah, Mu’tazilah, Asya’iroh, Maturidiyah dan golongan lainnya yang menolak ketinggian Allah.

Perkataan beliau, “..termasuk sifat rububiyah”, padanya terdapat penetapan tauhid rububiyah. Adapun perkataan beliau, “..dan uluhiyah”. Di dalamnya terdapat penetapan tauhid uluhiyah.

2. Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thohawi yang wafat pada tahun 321 H berkata dalam muqadimah kitab aqidahnya yang masyhur dengan nama Ath-Thohawiyah,

“Kami katakan dengan penuh keyakinan –dan semoga Allah memberikan curahaan taufiknya-, dalam masalah pengesaan terhadap Allah: Allah itu Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada sesuatu yang sepadan dengan-Nya, tidak ada sesuatupun yang mampu untuk mengalahkan-Nya, dan tidak ada sesembahan yang haq melainkan Dia…”.

Maka ucapan beliau, “Allah itu Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya”, tercakup di dalamnya pembagian tauhid yang berjumlah tiga, yaitu Allah adalah Maha Suci, Esa, dan tidak ada sekutu bagi-Nya di dalam kekuasaan-Nya. Maha Esa pula, tidak ada sekutu bagiNya dalam perkara uluhiyah-Nya. Dan juga Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Kata beliau, “Tidak ada sesuatu yang semisal dengan-Nya”. Ini merupakan tauhid al-asma wash shifat. Ucapan beliau juga, “Tidak ada sesuatu pun yang mengalahkan-Nya”, ini masuk ke dalam Tauhidur-rububiyah. Dan pada ucapan beliau, “Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Dia”, ini merupakan
tauhid al-uluhiyah.

3. Berkata Al-Imam Abu Abdillah Ubaidullah bin Muhammad bin Baththoh Al-‘Akbari -wafat pada tahun 387 H- di dalam kitabnya Al-Ibanah ‘an Syariati Al-Firqotin Najiyah wa Mujanibatil Firrqotil Madzmumah,

“Sesungguhnya prinsip keimanan kepada Allah yang wajib bagi para makhluk untuk meyakininya dalam menetap keimanan kepada-Nya ada tiga bagian:

Yang pertama: seorang hamba harus meyakini Rabbaniyah Allah. Yang demikian itu sebagai pemisah antara madzhab ahlu ta’thil yang tidak menetapkan adanya pencipta.

Yang kedua: seorang hamba harus meyakini keesaan Allah. Hal ini untuk membedakan dengan madzhab pelaku syirik yang menetapkan adanya pencipta namun mereka menyekutukan Allah dalam peribadahan-Nya.

Yang ketiga: dia harus meyakini bahwa Allah disifati dengan sifat-sifat yang dengannya Allah mensifati diri-Nya, seperi ilmu, qudroh, hikmah dan seluruh apa yang Dia sifatkan di dalam kitab-Nya.

Apabila telah kita ketahui bahwa kebanyakan orang yang telah mengakui Allah, serta mentauhidkan-Nya dengan dengan sesuatu yang mutlak, terkadang menyimpang dalam masalah sifat-sifat-Nya, sehingga penyimpangan mereka dalam masalah itu telah merusak tauhidnya. Ini karena kita lihat bahwa Allah ta’ala telah menyeru para hamba-Nya untuk meyakini setiap jenis dari ketiga hal (yaitu tauhid-pent) tersebut dan beriman dengannya.

Adapun seruan-seruan Allah kepada mereka untuk mengakui Rabbaniyah serta keesaanNya, tidaklah kami sebutkan, mengingat panjang dan luasnya pembahasan hal tersebut, Dan juga karena golongan Jahmiyah-pun mengakui bahwa mereka menetapkan keduanya (yaitu pengakuan rububiyah serta keesaan Allah –pent). Namun karena mereka mengingkari sifat-sifat Allah maka batallah pengakuan mereka terhadap keduanya” .Kemudian beliau memberikan dalil yang menunjukkan kebatilan perkatan Jahmiyah dalam penafian sifat.

Ini merupakan ungkapan yang sangat jelas yang memaparkan tentang pembagian tauhid yang tiga. Renungkan –semoga Allah menjagamu- ucapan Ibnu Baththah: “Ini karena kita lihat bahwa Allah ta’ala telah menyeru para hambaNya untuk meyakini setiap jenis dari ketiganya”. Padanya terdapat bantahan yang jelas terhadap orang-orang yang menyangka bahwa pembagian ini tidak terdapat dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya sholallahu ‘alaihi wasallam.

4Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusy (wafat 520 H) menyebutkan dalam mukadimah kitab Sirajul Muluk :

“Dan aku bersaksi bahwa sungguh bagi Allah sifat rububiyah dan keesaan, dan dengan apa-apa yang Allah telah persaksikan bagi diriNya dari nama-namanya yang baik dan sifatsifat-Nya yang maha tinggi serta sifat-sifat-Nya yang maha sempurna”. Setelah itu beliau menyebutkan pembagian tauhid menjadi tiga.

5. Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi (wafat 671 H) berkata:

“Maka Allah adalah nama yang menunjukan keberadaan yang Haq, terkandung di dalamnya sifat-sifat ilahiyah, yang tersifati dengan sifat rububiyah. Maha Tunggal dengan keberadaan-Nya yang hakiki. Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia” .

Beliau juga berkata, “Dasar kesyirikan yang diharamkan adalah berkeyakinan adanya sekutu bagi Allah ta’ala dalam ke-ilahiyan-Nya, dan ini adalah kesyirikan yang terbesar, dan kesyirikan yang dilakukan orang-orang jahiliyah. Bentuk kesyirikan yang selanjutnya adalah keyakinan adanya sekutu bagi Allah ta’ala di dalam perbuatan walaupun dia tidak meyakini ketuhanan hal tersebut, seperti perkataan orang-orang: “Sesungguhnya yang ada selain Allah Ta’ala memungkinkan untuk mengadakan dan menciptakan dengan tanpa adanya keterkaitan” . (http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf)

Bacalah ucapan ulama lainnya, seperti: Ibnu Mandah, Abu Yusuf Al-Qodhi, Al-Imam Abul Qosim Isma’il At-Taimi Al-Ashbahani, dan Ibnu Jarir Ath-Thobari terkait pembagian tauhid ini dalam artikel  di link tersebut

6. Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky ( wafat th. 386 H )

Di dalam muqaddimah kitab beliau Ar-Risalah Al-Fiqhiyyah hal. 75 ( cet. Darul Gharb Al-Islamy ) . Beliau mengatakan :

“Termasuk diantaranya adalah beriman dengan hati dan mengucapkan dengan lisan bahwasanya Allah adalah sesembahan yang satu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, tidak ada yang serupa denganNya dan tidak ada tandinganNya…Pencipta segala sesuatu, ketahuilah bahwa Dia adalah pencipta hamba-hambaNya dan pencipta amalan-amalan mereka, dan yang menakdirkan gerakan-gerakan mereka dan ajal-ajal mereka ”

Perkataan beliau ” sesembahan yang satu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia “: ini termasuk tauhid Uluhiyyah

Perkataan beliau ” tidak ada yang serupa denganNya dan tidak ada tandinganNya ” : ini termasuk tauhid Asma’ wa Sifat

Perkataan beliau ” Pencipta segala sesuatu, ketahuilah bahwa Dia adalah pencipta hamba-hambaNya dan pencipta amalan-amalan mereka, dan yang menakdirkan gerakan-gerakan mereka dan ajal-ajal mereka ” : ini termasuk tauhid Rubiyyah.

Selanjutnya, diantara ulama belakangan yang membagi tauhi menjadi 3 adalah:

7. Syeikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy ( wafat th. 1393 H ) di dalam Adhwaul Bayan (3 / 111-112), ketika menafsirkan Surat Al-Isro’: 9

8. Syeikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, diantaranya dalam kitab beliau Kaifa Nuhaqqiqu At-Tauhid ( hal. 18-28 ) .

9. Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, diantaranya dalam Fatawa Arkanil Islam ( hal. 9-17 )

10. Syeikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr ( pengajar di Masjid Nabawy ), diantaranya dalam muqaddimah ta’liq beliau terhadap kitab Tathhir ul I’tiqad ‘an Adranil Ilhad karangan Ash-Shan’any dan kitab Syarhush Shudur fi Tahrim Raf’il Qubur karangan Asy-Syaukany (hal . 12-20.)

11. Syeikh Abdul Aziz Ar-Rasyid, di dalam kitab beliau At-Tanbihat As-Saniyyah ‘ala Al-Aqidah Al-Wasithiyyah (hal. 14) .

12. Syeikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, di dalam kitab beliau Al-Mukhtashar Al-Mufid fi Bayani Dalaili Aqsamit Tauhid. Kitab ini adalah bantahan atas orang yang mengingkari pembagian tauhid, Dan lain-lain (http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2009/06/asal-usul-pembagian-tauhid.html)

Jadi ternyata, pembagian tauhi menjadi 3 tersebut sudah didahului oleh para ulama sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seperti: Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit, Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thohawi, Al-Imam Abu Abdillah Ubaidullah bin Muhammad bin Baththoh Al-‘Akbari, Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusy, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi, Ibnu Mandah, Abu Yusuf Al-Qodhi, Al-Imam Abul Qosim Isma’il At-Taimi Al-Ashbahani, dan Ibnu Jarir Ath-Thobari, dan Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky. Dengan demikian, batallah argumen orang-orang yang mengatakan bahwa pembagian tauhid yang 3 ini hanya akal-akalan kaum salafi yang hanya mengekor (taklid) kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Sebagai tambahan informasi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah lahir pada tahun 661 H dan wafat pada tahun 728 H. (http://abufathurrahman.wordpress.com/2007/11/13/biografi-ringkas-syaikhul-islam-ibnu-taimiyyah/)

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembagian ini, ahlussunnah wal-jama’ah selalu mengikuti apa yang telah datang dari masa sebelum mereka. Tidak terdapat perbedaan di kalangan mereka. Dalam hal ini mereka mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah, dan selalu tegar di atas apa yang datang dalam keduanya. Mereka hanya mengikuti, tidak membuat bid’ah. Mereka hanya mengikuti teladan mereka, tidak memulai hal yang baru, dan yang menyelisihi mereka adalah ahlul bid’ah dan pengekor hawa nafsu, Orang-orang yang ragu dengan Allah dan Rasul-Nya, yang menempuh selain jalan orang-orang yang beriman. (http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf)

 

Tambahan Faedah

a. Ternyata kaum Asyaa’iroh juga membagi tauhid menjadi 3, mereka menyatakan bahwa wahdaniah (keesaan) Allah mencakup tiga perkara,  ungkapan mereka adalah:
“Sesungguhnya Allah (1) maha satu pada dzatnya maka tidak ada pembagian dalam dzatNya, (2) Maha esa pada sifat-sifatNya maka tidak ada yang menyerupai sifat-sifatnya, dan (3) Maha esa pada perbuatan-perbuatanNya maka tidak ada syarikat bagiNya.

b. Abu Hamid Al-Gozali menyatakan bahwa tauhid yang berkaitan dengan kaum muslimin ada 3 tingkatan, karena beliau membagi tauhid menjadi 4 tingkatan, dan tingkatan pertama adalah tingkatan tauhidnya orang-orang munafik.

c. Sebagian ulama Ahlul Kalaam juga mengenal istilah tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-uluhiyah, yaitu Abu Mansuur Al-Maturidi

Selengkapnya baca di: http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/403-pembagian-tauhid-menjadi-tiga-adalah-trinitas

 

Bersambung ke: Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (4) [Akibat Tidak Mau Membagi Tauhid Menjadi 3]

4 comments on “Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (3) [Asal-Usul Pembagian Tauhid]

  1. Kok kayak konsep trinitasnya umat Kristiani ya?

    Sudah coba tanya umat Kristiani kenapa ada Allah, Yesus dan Roh Kudus belum?

    Menurut mereka Tuhan itu ESA, tapi untuk berkomunikasi dan menyebarkan ajaran tauhid versi mereka, Tuhan bermanifestasi menjadi 3, yaitu Allah (Tuhan), Yesus (Tuhan dalam wujud manusia supaya bisa bertatap langsung kepada manusia demi menyampaikan tauhid dan wahyu Tuhan) serta Roh Kudus (atau bagi umat Katholik, Bunda Maria – pihak perantara antara Allah dan Yesus). Kan Nabi Isa alaihissalam tidak pernah mengajarkan hal ini, tapi kaum-kaumnya-lah yang menyelewengkan tauhid yang ESA yang dibawakan Nabi Allah Isa alaihissalam.

    Di dalam Al-Qur’an dan Hadits pun tidak ada penjelasan mengenai tauhid trinitas. Beriman kepada Allah ta’ala hanya perlu dengan kalimat:

    “AKU BERSAKSI BAHWA TIADA ILAH (TUHAN) SELAIN ALLAH DAN MUHAMMAD ADALAH UTUSAN ALLAH.”

    Kalau memang ada pendapat ulama yang berpendapat bahwa tauhid trinitas itu benar adanya, lalu apakah Al-Qur’an dan Hadits salah dan pendapat ulama-ulama lebih benar?

    Kan pendapatnya pengikutnya Yesus berpendapat bahwa Yesus (Nabi Isa alaihissalam) adalah Tuhan, padahal Nabi Isa mati-matian menetapkan tauhid TIADA TUHAN SELAIN ALLAH kepada umat Yahudi saat itu, tapi pengikutnya lebih benar?

    Bukankah itu bid’ah (hal-hal baru yang berbentuk akidah yang tidak disampaikan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya)?

Leave a comment