Gallery

Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (2) [Alasan Pembagian Tauhid-2]

Artikel sebelumnya di: Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (1) [Dalil-dalil & Alasan Pembagian Tauhid]

 

 

abunamira.wordpress.com

abunamira.wordpress.com

2. Seluruh Ayat Al-quran Menetapkan Tentang Pembagian Tauhid Tersebut

Di dalam menerangkan dalil-dalil Al-Quran yang menunjukkan pembagian tauhid, Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim berkata, setelah menyebutkan semua golongan yang kebatilannya disebut sebagai tauhid:

“Adapun tauhid yang diserukan oleh seluruh utusan Allah dan diturunkan dengannya kitabullah sangat bertentangan dengan itu semua (kebatilan yang dianggap tauhid-ed). Tauhid itu ada dua jenisnya: Tauhid fil ma’rifat wal itsbat (tauhid pengenalan dan penetapan) serta tauhid fith tholab wal qasd (tauhid permintaan dan
tujuan).

Adapun yang pertama: merupakan hakikat dari Dzat Rabb ta’ala, nama-namanya, sifatsifatnya, perbuatannya, ketinggian-Nya di atas arsy-Nya yang ada di atas langit. Pembicaraan-Nya melalui kitab-Nya, dan Dia mengajak bicara terhadap orang yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya, serta ketentuanNya yang bersifat menyeluruh, dan beragam hikmah-hikmaNya. Al-Quran telah benar-benar menjelaskan jenis ini dengan penjelasan yang begitu gamblang. Sebagaimana di awal Surat Al-Hadid, dan Surat Thoha. Pada akhir Surat Al-Hasyr dan awal Surat Tanzilus Sajdah. Awal surat Ali Imron dan seluruh ayat dari Surat Al-Ikhlas dan yang selainnya.

Jenis yang kedua, seperti yang terkandung didalam Surat Qul Ya Ayyuhal Kafirun (AlKafirun), dan di dalam firman-Nya, Ali Imron: 64.

Begitu juga pada awal Surat Tanzilul Kitab dan akhirnya. Awal surat Yunus, bagian tengah dan akhirnya. Awal surat Al-A’raf dan akhirnya. Sejumlah ayat dari surat Al-An’am. Dan pada kebanyakan dari surat-surat yang ada dalam Al-Quran, bahkan pada seluruh surat di dalam Al-Quran terkandung dua jenis tauhid ini.

Lebih dari itu, bahkan kita katakan dengan perkataan yang menyeluruh: bahwasanya seluruh ayat di dalam Al-Quran terkandung padanya at-tauhid, yang mempersaksikan dan yang selalu menyeru kepadanya. Karena Al-Quran isinya kalau bukan pemberitaan tentang Allah, nama-nama, sifat-sifat serta perbuatanNya dan ini adalah tauhid al-ilmi wal khobari (ilmu dan pemberitaan), maka isinya adalah dakwah kepada peribadahan untuk Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya dan meninggalkan semua yang disembah selain Allah dan ini adalah tauhid al-irodiy wath-tholabiy (kehendak dan tuntutan).

Selain itu isi Al-Quran kalau bukan perintah, larangan dan kewajiban untuk mentaati Allah dalam larangan dan perintahnya dan ini adalah hak-hak tauhid dan penyempurnanya, maka isinya adalah pemberitaan tentang karomah Allah terhadap orang-orang yang bertauhid dan taat kepada-Nya, dan apa-apa yang tentukan baginya di dunia dan perkaraperkara apa yang menyebabkan mereka menjadi mulia di akhirat dan ini adalah balasan mentauhidkan Allah.

Al-Quran juga mengandung pemberitaan tentang pelaku kesyirikan dan apa-apa yang Allah tentukan baginya di dunia serta berbagai balasan di dunia yang menyengsarakan mereka, dan apa saja yang akan menimpa mereka kelak dari berbagai adzab, ini merupakan pemberitaan tentang orang yang keluar dari ketentuan hukum tauhid. Maka seluruh Al-Quran mengandung perkara tauhid, hak-haknya dan balasan-balasannya. Begitu juga perkara syirik, pelakunya, serta balasan untuk mereka.

Asy-Syaukani Rahimahullah berkata di dalam muqaddimah kitab beliau yang mulia, Irsyaduts-Tsiqot ila Ittifaqisy-syaro’i’ ‘ala Tauhid wal-Miad wan-nubuwaat :

“Dan ketahuilah bahwa penyebutan ayat-ayat Al-Quran yang telah menjelaskan/menetapkan semua maksud dari tujuan-tujuan (tentang tauhid. Pent), dan
juga penetapan tentang samanya syariat-syariat dalam perkara ini. Tidaklah menyulitkan bagi mereka yang membaca Al-Quranul Azhim. Karena jika dia mengambil mushaf yang mulia kemudian berhenti di bagian yang dia inginkan, atau tempat yang dia suka, atau posisi yang dia kehendaki, niscaya dia akan menemukannya (perkara tauhid. pent) dalam keadaan terbentang luas di dalam Al-Quran, dari pembukaan sampai akhirnya”. (http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf)

Alasan tauhid dibagi tiga karena seluruh dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berbicara tentang tauhid menunjukkan bahwa tauhid terbagi tiga, tidak lebih daripada itu. Karena hakikatnya seluruh ayat dan hadits yang berbicara tentang Allah ta’ala beredar pada tiga pembicaraan:

1) Pembicaraan tentang perbuatan-perbuatan Allah ta’ala seperti mencipta, member rizki, menguasai, mengatur dan lain-lain, maka kita yakini hanya Allah ta’ala sendiri saja yang mampu melakukan itu, tiada sekutu bagi-Nya. Inilah tauhid rububiyah.

2) Pembicaraan tentang kewajiban memurnikan ibadah hanya kepada Allah ta’ala dan menyalahkan semua bentuk peribadahan kepada selain-Nya. Inilah tauhid uluhiyah.

3) Pembicaraan tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya, kita yakini hanya Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam yang boleh menetapkan nama dan sifat bagi-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Ini adalah tauhid asma was sifat. (http://nasihatonline.wordpress.com/2013/03/13/mengapa-tauhid-dibagi-tiga/)

3. Pembagian Tauhid Merupakan Suatu Kebenaran Syar’i, yang Akan Diketahui Dengan Suatu Penelahaan

Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya penelaahan terhadap Al-Quranul Azhim telah menunjukkan bahwa mentauhidkan Allah itu terbagi menjadi tiga bentuk (diringkas):

Yang pertama: Tauhid dalam Rububiyah. Ini merupakan jenis tauhid yang terbentuk dalam fitrahnya orang-orang yang berakal. Kemudian beliau menyebutkan dalil-dalil firman Alloh dalam  surat: Az-zukhruf: 87; Yunus: 31; Asy-Syu’aro: 23; Al-Isro’: 102; An-Naml: 14; dan Yusuf: 106

Yang kedua: Mentauhid-kan Allah ta’ala dalam peribadahan kepada-Nya

Batasan tauhid jenis ini adalah perealisasian makna “La ilaha illallah”, yang tergabung di dalamnya penafian dan penetapan. Makna penafian dari perkataan tersebut adalah: melepaskan seluruh jenis sesembahan selain Allah, apapun bentuknya, dalam seluruh jenis peribadahan apapun bentuknya.

Adapun makna penetapan dari kalimat ‘La ilaha illallah’ adalah: meng-esakan Allah jalla wa’ala satu-satunya dalam semua jenis ibadah dengan ikhlas, dalam ketentuan yang telah disyariatkan oleh Allah melalui Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam , dan mayoritas ayat Al-Quran berbicara tentang jenis tauhid ini, dan hal ini merupakan sebab terjadinya peperangan antara para Rasul dan Umatnya. Kemudian beliau menyebutkan dalil-dalil firman Alloh dalam  surat: Shod: 5; Muhammad: 19; An-Nahl: 36; Al-Anbiya: 25; Az-Zukhruf: 45; dan Al-Anbiya: 108

Yang ketiga: Mentauhidkan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Tauhid jenis ini dibangun di atas dua prinsip:

Pertama: Mensucikan Allah jalla wa ‘ala dari Men-serupakanNya dengan sifat-sifat makhluk-makhluk, Sebagaimana Allah berfirman, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” (Asy-Syuro: 11)

Kedua: Beriman dengan apa yang Allah sifatkan bagi diri-Nya atau disifatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang sesuai dengan kesempurnaan dan kemuliaanNya. Sebagaimana di dalam firman-Nya: “Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Asy-Syuro: 11)

Bersamaan dengan hal tersebut dilarang berusaha untuk mencari bagaimana hakekat sifat Allah (sehingga keluar dari keyakinan para salaf. Pent).

Berkata Asy-Syaikh Al-‘Allamah Bakr Abu Zaid rohimahullah:

“Pembagian yang diperoleh dengan penelitian ini sebelumnya telah dilakukan oleh para ulama salaf, sebagaimana yang telah di isyaratkan oleh Ibnu Mandah, Ibnu Jarir AthThobari dan yang selain keduanya telah mengisyaratkannya. Hal tersebut telah dijelaskan pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan Ibnul Qoyyim, Begitu pula Az-Zubaidi di dalam kitab Tajul-‘Urusy, dan juga guru kami Asy-Syinqithi di dalam Adwa’ul Bayan semoga Allah merahmati mereka semua. Pembagian ini merupakan penelitian yang menyeluruh dari nash-nash syariat, sebagaimana hal yang sudah diketahui di kalangan para ulama yang membidangi dalam berbagai ilmu pengetahuan, sebagaimana upaya yang dilakukan para ahli nahwu di menelaah ungkapan orang Arab yang terbagi menjadi ism, fiil, dan huruf dalam keadaan orang-orang Arab tidaklah marah dan mencela para ahli nahwu, Dan demikianlah berbagai bentuk penelitian yang terjadi dalam berbagai disiplin ilmu” . (http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf) Selengkapnya, bacalah link ini

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

“Dan macam-macam tauhid itu ada tiga berdasarkan penelitian secara menyeluruh terhadap kitab Allah ta’ala dan sunnah Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam. Dan ini adalah aqidah yang telah tetap di atasnya pendapat Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka barangsiapa yang menambah pembagian tauhid yang keempat atau kelima maka itu adalah tambahan dari dirinya sendiri (bukan dari ulama Sunnah), karena para ulama telah membagi tauhid kepada tiga bagian berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebab seluruh ayat Al-Qur’an dan seluruh hadits tentang aqidah (tauhid) tidak keluar dari tiga macam tauhid ini.” [At-Ta’liqot Al-Mukhtashoroh ‘alal Aqidah Ath-Thohawiyah, hal. 28]

Adapun tauhid keempat: hakimiyah yang dimunculkan oleh ahlul bid’ah sudah masuk dalam kategori tauhid rububiyah, sebab diantara perbuatan Allah ta’ala adalah menentukan hukum.

Demikian pula dari sisi kewajiban manusia hanya tunduk kepada hukum Allah ta’ala maka itu masuk pada tauhid uluhiyah. Sehingga tidak perlu dibuat pembagian tersendiri. (http://nasihatonline.wordpress.com/2013/03/13/mengapa-tauhid-dibagi-tiga/)

Baca juga fatwa dari

Syaikh Bin Baz  di: http://islamqa.com/id/ref/26338/Pembagian%20ini%20disimpulkan%20berdasarkan%20kajian%20dan%20perenungan dan

Syaikh Ali Hasan bin Ali Al-Halabi di: http://almanhaj.or.id/content/2333/slash/0/pembagian-tauhid/ yang senada dengan penjelasan tersebut

Jadi,  pembagian tauhid menjadi tiga tersebut adalah pembagian secara ilmu dan merupakan hasil tela’ah seperti yang dikenal dalam kaidah keilmuan. Barangsiapa yang mengingkarinya berarti tidak ber-tafaquh terhadap Kitab Allah, tidak mengetahui kedudukan Allah, mengetahui sebagian dan tidak mengetahui sebagian yang lainnya. Allah pemberi petunjuk ke jalan nan lurus kepada siapa yang Dia kehendaki. (http://almanhaj.or.id/content/2333/slash/0/pembagian-tauhid/)

4. Pembagian Tauhid Dalam Syari’at yang Memiliki 2 fungsi, (1) Dalam Rangka Penjelasan dan (2) Dalam Rangka Menjaga Tauhid Dari Kesalahpahaman

Syari’at tidak ingin tauhid dipisah-pisahkan, bahkan ingin agar tauhid merupakan seusatu yang satu kesatuan. Hanya saja timbul penyimpangan dari kaum musyrikin yang memecah dan membagi tauhid, dimana mereka beriman kepada sebagian makna tauhid dan mengingkari sebagian yang lain. Maka datanglah syari’at untuk meluruskan mereka sehingga menjelaskan dengan cara membagi antara keimanan mereka yang benar (tauhid ar-rububiyah) dan keimanan mereka yang salah dalam tauhid (yaitu tauhid al-uluhiyah). Sehingga sering kita dapati bahwasanya Al-Qur’an berhujjah dengan keimanan mereka terhadap tauhid ar-rububiyah agar mereka meluruskan tauhid mereka yang salah dalam tauhid al-uluhiyah. Seperti firman Allah

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqoroh : 21-22)

Dalam ayat ini Allah berhujjah dengan pengakuan kaum musyrikin dan keimanan mereka terhadap Rububiyah Allah agar mereka juga mentauhidkan Allah dalam uluhiyah/peribadatan.

Baca kembali poin B. 1 di atas tentang penyimpangan kaum musyrikin arab yang hanya sekedar bertauhid Rububiyyah dan tidak bertauhid Uluhiyyah

Allah juga berfirman

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah) (QS Al-‘Ankabuut : 65)

Ayat ini menjelaskan bahwasanya dalam kondisi gawat kaum musyrikin mengesakan (tidak membagi) tauhid mereka sehingga ikhlas berdoa kepada Allah, akan tetapi tatkala mereka diselamatkan di daratan mereka kembali lagi melakukan pembagian tauhid dan menyimpang dalam tauhid al-uluhiyah.

Intinya : Pembagian tauhid nampak dan muncul pada makhluk lalu datanglah syari’at berusaha memperbaiki dan meluruskan pemahaman mereka yang keliru tentang tauhid. Jadilah timbul pembagian tauhid dalam syari’at yang memiliki 2 fungsi tersebut di atas. (http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/403-pembagian-tauhid-menjadi-tiga-adalah-trinitas)

5. Pembagian Tauhid Ini Bukanlah Penimbulan/Pemunculan Suatu Makna Baru Yang Tidak Ada Di Zaman Salaf, Akan Tetapi Hanyalah Pembaharuan Dalam Istilah Atau Metode Penjelasan Dan Pemahaman

Kalau pembagian ini dikatakan bid’ah maka terlalu banyak penamaan dan pembagian yang kita hukumi sebagai bid’ah juga. Sebagai contoh misalnya  pembagian para ulama bahwasanya hukum taklifi terbagi menjadi 5 (wajib, mustahab, mubah, makruh, dan haram). Tentunya pembagian ini tidak terdapat dalam pembicaraan sahabat. Akan tetapi setelah diteliti dalil-dalil yang ada jelas bahwa kesimpulan hukum-hukum taklifi tidaklah keluar dari 5 hukum tersebut. (http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/403-pembagian-tauhid-menjadi-tiga-adalah-trinitas)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin berkata:

“Sebagian orang berpendapat bahwa membagi-bagi tauhid menjadi tiga (baca: tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma wa shifat) adalah bid’ah, karena yang semacam itu tidak diriwayatkan dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Sedangkan apa saja (yang dianggap) bagian dari agama padahal tidak datang dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka itu bid’ah.

Namun ini kita jawab, maka kita katakan, sesungguhnya banyak perkara sesuatu yang disusun oleh para ulama yang sebelumnya belum tersusun di masa Ar Rosul ‘alaihish sholatu was salam. Ini tidak perlu dijelaskan lagi. Orang-orang yang membaginya (tauhid) menjadi tiga tidak mendatangkan sesuatu yang baru, tidak pula mengingkari keabsahannya. Bahkan mereka membawakannya dari Al Quran & Sunnah, hanya saja mereka membaginya. Pembagian mereka ini berdasarkan perbedaan manusia di dalamnya. Sebagaimana yang akan kita terangkan (dalam pembahasan kitab), insyaAllah.Sekiranya kita menempuh jalan yang ditempuh orang yang nyeleneh ini, pasti juga kita katakan bahwa syarat-syarat, rukun-rukun, dan wajib-wajib shalat, rukun-rukun haji, wajib-wjib, dan larangan-larangannya, dan semisalnya, termasuk perkara bid’ah!Padahal kita tidak menyatakan (pembagian) ini sebagai bentuk ibadah kepada Allah, akan tetapi kita hanya menyebutkan ini sebagai bentuk mendekatkan ilmu kepada penuntutnya. Jadi, pembagian ini adalah sarana bukan tujuan.Maka yang benar -tidak ragu lagi-, bahwa pembagian tauhid menjadi tiga macam, dan menyebutkan syarat-syarat, rukun-rukun, wajib-wajib, serta perusak-perusak dalam ibadah-ibadah; ini semua diperbolehkan karena hanya sebagai sarana & pendekatan, serta meringkas sesuatu untuk penuntut ilmu. Kita juga ingat bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam biasa menyebutkan sesuatu dengan bilangan tertentu. Seperti: ‘Tujuh golongan manusia yang Allah naungi dengan naungan-Nya…’ [Riwayat Al Bukhari (660) & Muslim (1031) dari hadits Abu Hurairah], ‘Tiga golongan manusia yang tidak Allah ajak bicara di hari kiamat…’ [Riwayat Al Bukhari (2369 & 2672) & Muslim (107) dari hadits Abu Hurairaah], dan semisalnya. Ini termasuk macam dari pembagian.” [Syarh ‘Aqidah Ahlissunnah wal Jama’ah hal. 6-7 cet. ke-4 1431 H, Dar Ibnul Jauzi Mesir] {http://almarwadi.wordpress.com/2012/09/27/klaim-bidahnya-pembagian-tauhid-serta-bantahan-atasnya/}

6. Bahkan Pembagian Tauhid yang Tersirat Di Dalam Kalimat Tauhid (Laa Ilaha Illallah)

Bahkan kalimat tauhid “Lailaha illallah”yang merupakan pokok dan asas agama telah menunjukkan pembagian tauhid yang berjumlah tiga. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah –rahimahullah-:

“Di dalam syahadat La ilaha ilallah terdapat sifat ilahiyah yang merupakan asas dari tiga tauhid: Tauhid ar-rububiyah, tauhid al-uluhiyah, serta tauhid al-asma wa sifat. Agama para rasul serta apa-apa yang diturunkan kepada mereka selalu menyerukan permasalahan ini. Perkara ini juga merupakan pondasi terbesar yang tersirat di dalam kalimat “La ilaha illallah”yang sesuai dan terbukti dengan akal-akal serta fitrah”.Adapun sisi yang tersirat di dalam kalimat yang agung ini terhadap pembagian tauhid yang tiga, akan tampak secara jelas bagi orang yang memperhatikannya. Kalimat “Lailaha illallah”menunjukkan ketetapan suatu ibadah yang hanya untuk Allah serta menafikan peribadahan kepada yang selain-Nya. Sebagaimana kalimat ini menunjukkan pula atas jenis tauhid ar-rububiyah, karena sesuatu yang lemah tidaklah pantas dijadikan sebagai ilah (sesembahan). “Lailaha illallah”juga menunjukkan tauhid al-asma wash shifat, karena sesuatu yang kosong dari nama dan sifat bukanlah sesuatu apapun, bahkan dia tidak berwujud. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama, “Al-Musyabbih (orang-orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-pent) merupakan penyembah berhala, Al-Mua’thil (yang menafikan sifat Allah) menyembah sesuatu yang tidak eksis, sedangkan AlMuwahhid (orang – orang yang bertauhid) menyembah penguasa bumi dan langit”. (http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/Other/Mengapa-Tauhid-Dibagi-Tiga.pdf)

Sehingga, otomatis, bahwa setiap muslim yang telah bersyahadat dan mengulang-ulangnya dalam setiap sholatnya (baik yang wajib maupun yang sunnah) harus mengakui ketiga macam tauhid ini, agar aqidahnya lurus

 

Bersambung ke: Tauhid Itu Mengesakan Alloh yang Satu, Kok Dibagi Tiga? (3) [Asal-Usul Pembagian Tauhid]

Leave a comment