Gallery

Bertaubatlah, Meskipun Berkali-kali Terjebak dalam Dosa yang Sama (1)

assunnahsurabaya.wordpress.com

assunnahsurabaya.wordpress.com

Manusia tidak lepas dari kesalahan, besar maupun kecil, disadari maupun tanpa disengaja. Apalagi jika hawa nafsu mendominasi jiwanya. Ia akan menjadi bulan-bulanan berbuat kemaksiatan. Ketaatan, seolah tidak memiliki nilai berarti.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّبُوْنَ. رَوَاهُ التِّرْمـِذِيُّ

Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat. [HR At Tirmidzi, no.2499 dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 4391]

لَوْ أَنَّ الْعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا لَخَلَقَ اللهُ الْخَلقَ يُذْنِبُوْنَ ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ رَواه الْحَاكِمُ

Seandainya hamba-hamba Allah tidak ada yang berbuat dosa, tentulah Allah akan menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian mengampuni mereka. [HR Al Hakim, hlm. 4/246 dan dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 967] {http://almanhaj.or.id/content/2975/slash/0/taubat-nashuha/}

Banyak diantara kita sudah merasa berdosa tetapi malah menunda-nunda untuk bertaubat, dengan alasan-alasan antara lain:

1. Masih menggandrungi perbuatan dosa tersebut, bahkan merasa nyaman, enak, dan bangga dengannya,

2. Menganggap remeh perbuatan dosa

3. Khawatir jika sudah bertaubat pun akan terjebak dalam dosa yang sama, jadi taubatnya nanti saja, kalau merasa benar-benar sudah mampu meninggalkannya 100%, dll

Padahal sikap ini justru menimbulkan dosa tersendiri, simak yang berikut ini:

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Bertaubat dengan segera merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan dan tidak boleh ditunda. Setiap kali seorang hamba menunda taubat, berarti ia telah berbuat maksiat kepada Allah dan apabila ia sudah bertaubat dari dosa yang dilakukannya, maka tinggal kewajiban untuk bertaubat dari perbuatan menunda pelaksanaan taubat.”

Jarang sekali hal ini terlintas dalam pikiran orang yang bertaubat, bahkan menurutnya, apabila sudah bertaubat dari dosa ia lakukan, berarti tidak ada lagi kewajiban lain yang harus ia laksanakan, yaitu bertaubat dari perbuatan menunda-nundanya.” (Madaarijus Saalikiin [I/283])

Selain itu, menunda taubat justru merupakan penyebab sulitnya bertaubat dan pendorong iuntuk melakukan dosa yang lainnya.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya jika seorang mukmin melakukan dosa, maka tertorehlah noda hitam dihatinya. Apabila ia bertaubat dan berhenti dari dosa itu dan memohon ampun kepada Allah, maka hatinya mejadi bersih dari noda tersebut. Apabila dosanya bertambah, maka bertambah pula noda tersebut sampai menutupi hatinya. Itulah noda yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya : ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup (menjadi noda) hati mereka.” (QS. al-Muthaffifiin: 14) [Diriwayatkan oleh Ahmad (II/298), at Tirmidzi (no.3334) dan beliau menyatakan bahwa hadits tersebut derajatnya hasan shahih, Ibnu Majah (no.4244), an Nasa-i dalam kitab al Kubra(no.11658), Ibnu Hibban (no.930), serta al Hakim (II/562) dan beliau menshahihkannya. Sementara itu, adz Dzahabi berkata: ‘Menurut syarat Muslim.’ Diriwayatkan juga oleh al Baihaqi dalam Sunan-nya (X/188)] {http://alqiyamah.wordpress.com/2009/10/18/janganlah-kita-menunda-nunda-taubat/}

Perhatikan Saudaraku, hadits berikut ini membantah habis syubhat no. 3 di atas:

Mengenai hal ini, cobalah kita renungkan dalam hadits berikut. Dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,

أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى

ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ

“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.”( HR. Muslim no. 2758). An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.

An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75) [http://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/3084-melebur-dosa-dengan-taubat-yang-tulus.html]

Ini fenomena yang umum terjadi, di masa sekarang ini, dimana senantiasa terjadi tarik menarik antara kubu para pelaku dosa dan kubu orang yang bertaubat. Masing-masing kubu bersenang hati menerima kehadiran seseorang untuk kembali, yang selama ini berpisah dengan mereka. Orang-orang yang bertaubat senang menerima hadirnya pelaku dosa yang kembali bertaubat atas dosa-dosanya. Begitu pula, para pelaku dosa akan riang gembira menyambut orang shalih yang kembal menggeluti dosa-dosa lamanya.

Maka begitu banyak orang yang menjadi korban tarik-menarik itu. Berapa banyak orang sholih yang akhirnya terjebak dalam dosa, yang dari dosa itu dahulu pernah bertaubat. Sayangnya, itu terjadi berkali-kali sepanjang hidupnya.

Namun, selama ia tulus bertaubat dan ingin memperbaiki diri, tak ada istilah pintu taubat tertutup baginya selama nyawa belum sampai di kerongkongan dan matahari terbit dari barat. (Dari artikel “Bekal Menuju Taubat”, bonus majalah Nikah vol 8, edisi 5,  Agustus 2009)

 

Peringatan!

Hadits ini bukanlah dalil bagi seseorang untuk menunda-nunda taubat, atau meremehkan urusan dosa. Tapi ini fenomena yang bisa terjadi pada seseorang. Dan bila itu terjadi, ia tidak boleh berhenti bertaubat, selama hayat masih dikandung badan.

Al-Qurthubi menjelaskan, “pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini adalah: kembali berbuat dosa adalah lebih buruk dari ketika pertama kali melakukan dosa itu, karena dengan kembali berdosa itu, ia berarti melanggar taubatnya. Tapi, kembali melakukan taubat adalah lebih baik dari taubatnya yang pertama, karena ia berarti terus meminta kepada Alloh Yang Maha Pemurah, terus meminta kepada-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada yang dapat memberikan taubat selain Alloh…,” (lihat Fathul Bari: 14/471) [Dari artikel “Bekal Menuju Taubat”, bonus majalah Nikah vol 8, edisi 5,  Agustus 2009]

Hadits ini juga bukanlah izin untuk mengulangi dosa lagi. Oleh karena itu, setiap orang tetap harus hati-hati dalam berbuat dosa supaya mendapatkan ampunan Allah. Karena setiap hamba tidaklah tahu kapan ia bisa beristighfar dan bertaubat lagi. Boleh jadi ia tidak sempat melakukannya karena maut ternyata lebih dulu menghampiri. (http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/3987-faedah-tauhid-7-allah-yang-maha-pengampun.html)

Jangan Salah Paham dengan Syarat Taubat!

Ada beberapa persyaratan agar suatu taubat bisa disebut dengan taubat nashuha dan bisa diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala, antara lain (http://asysyariah.com/adakah-shalat-hajat-dan-shalat-taubat.html):

1. Menyesali perbuatan dosanya;

2. Meninggalkannya;

3. Bertekad untuk tidak melakukannya lagi selama-lamanya;

4. Bila terkait dengan hak orang, dia mengembalikannya kepada orang yang dizalimi.

Baca juga tentang syarat taubat yang lebih lengkap dengan penjelasannya di http://al-atsariyyah.com/shalat-taubat-dan-syaratnya.html; http://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/3084-melebur-dosa-dengan-taubat-yang-tulus.html; http://abumushlih.com/syarat-taubat-sejati.html; http://almanhaj.or.id/content/2975/slash/0/taubat-nashuha/; dan http://kajiansalafyui.wordpress.com/2009/06/07/taubat/

Syarat taubat ketiga di atas bukan “tidak mengulanginya selama-lamanya”. Yang benar adalah ‘azzam untuk tidak berbuat lagi. Paham ya?

Jadi kalau terjerumus lagi, ya taubat lagi. Yang penting tekad itu dimantapkan dalam hati untuk tidak berbuat lagi. Dan Alloh tahu apakah seseorang tersebut taubatnya serius atau main-main. Alloh Mahatahu, apakah diucapkan saja, terus nanti akan berbuat lagi, atau memang benar-benar berniatuntuk berhenti.

Tapi tidak mustahil kita sudah bertekad, ikhlash, sudah betul-betul murni tekadnya, tapi kalah lagi, kejeblos lagi, sampai akhirnya  menangis dan kemudian bertaubat. Besok sungguh-sungguh lagi, insyaAlloh diampuni, walaupun tiga-empat kali terjerumus. Yang penting kita bertaubat dengan syarat: selain menghentikan perbuatan itu, maka setelah itu bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dengan ikhlash bertekad dalam hati bahwa saya tidak berbuat lagi. Terus begitu, sebelum nyawa di kerongkongan dan matahari terbit dari barat, pintu taubat masih tetap terbuka. (http://insinyur-muslim.blogspot.com/2011/01/taubat-lagi-maksiat-lagi-tanya-jawab.html)

 

Untuk melengkapi pembahasan di atas, berikut ini saya ulas tentang buah/faidah/keutamaan taubat, bahaya meremehkan dosa, apa yang harus dilakukan ketika taubat, dan penghalang taubat.

A. Buah/Faidah/Keutamaan Taubat

Pada hakikatnya taubat itulah isi ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan selalu membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang benar-benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam perjalanannya menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa adalah yang menelantarkan dan mencampakkan taubat di belakang punggungnya. Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:

Pertama: sebab untuk meraih kecintaan dan ridho Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al Baqarah: 222 dan At-Tahrim: 4

Kedua: ssebab keberuntungan, sebagaimana firman Alloh dalam QS. An Nuur: 31

Ketiga: sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas kesalahan-kesalahannya, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Asy Syuura: 25 dan QS. Al Furqaan: 71

Keempat: sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Maryam: 59, 60; At-Tahrim: 8 dan Ghafir: 7

Kelima: sssebab mendapatkan ampunan dan rahmat, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al A’raaf: 153

Keenam: sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al Furqaan: 68-70  dan Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang bertaubat dari suatu dosa sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)

Ketujuh: sebab untuk meraih segala macam kebaikan, sebagaimana firman Alloh dalam QS. At Taubah: 3 dan QS. At Taubah: 74

Kedelapan: sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar, sebagaimana firman Alloh dalam QS. An Nisaa’: 146

Kesembilan: sebab turunnya barakah dari atas langit serta bertambahnya kekuatan, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Huud: 52

Kesepuluh:  malaikat mendoakan orang-orang yang bertaubat, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Ghafir: 7

Kesebelas: termasuk ketaatan kepada kehendak Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman Alloh dalam QS. An Nisaa’: 27). Maka orang yang bertaubat berarti dia adalah orang yang telah melakukan perkara yang disenangi Allah dan diridhai-Nya.

Kedua belas: Allah bergembira dengan sebab hal itu.

Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sungguh Allah lebih bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia mau bertaubat kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki hewan tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi bekal makanan dan minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi sebatang pohon dan bersandar di bawah naungannya dalam keadaan berputus asa akibat kehilangan hewan tersebut, dalam keadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu sudah kembali berada di sisinya maka diambilnya tali kekangnya kemudian mengucapkan karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah tuhanmu’, dia salah berucap karena terlalu gembira.” (HR. Muslim)

Ketiga belas: sebab bersihnya hati dan menjadikannya bersinar dan bercahaya, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Tahrim: 4 dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya:

“Sesungguhnya seorang hamba apabila berbuat dosa maka di dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya. Dan jika dia mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai menjadi pekat, itulah raan yang disebutkan Allah ta’ala,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekali-kali tidak akan tetapi itulah raan yang menyelimuti hati mereka akibat apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan Al Albani)

(http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/keutamaan-taubat.html dengan perubahan/tambahan). Selengkapnya, tentang keutamaan taubat poin 1 s.d. 13, bacalah situs tersebut

Keempat belas: Diberikan kenikmatan yang baik (sewaktu di dunia) dan terhindar dari siksa di hari kiamat, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Hud: 3

Kelima belasMelapangkan rizki, memberikan keberkahan dari langit dan bumi, sebagaimana firman Alloh dalam QS. Nuh: 10-12

(Dari artikel karya Ust. Kholid Syamhudi di majalah El-Fata Edisi 5 Volume 6 Tahun 2006)

 

Bersambung ke: Bertaubatlah, Meskipun Berkali-kali Terjebak dalam Dosa yang Sama (2)

220 comments on “Bertaubatlah, Meskipun Berkali-kali Terjebak dalam Dosa yang Sama (1)

  1. assalamualaikum, saya mau bertaya kalau seseorang sudah bertaubat, tetapi kemudian melakukan dosa itu kembali apa itu bisa di sebut dengan taubat nasuha? kemudian apa saja yang membedakan atau pembatas antara taubat biasa dengan taubat nasuha? Mohon dijawab, terimakasih

    • Wa’alaikumus salam. Dikatakan bertaubat jika telah memenuhi syarat-syarat taubat sebagaimana dijelaskan di atas, walaupun dia tidak menjamin dirinya dapat mengindari perbuatan dosa tersebut di masa yang akan datang. Tetapi saat ini dia telah menyesal dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Taubat yang haq hanya taubat nasuha, inilah yang diperintahkan (At-Tahrim: 8)

  2. Tulisan ini sangat inspiratif, mudah2an orang yang masih berbuat zina, diberikan kekuatan oleh Allah untuk dapat keluar dengan segera… Amiiin

  3. Saya juga sering taubat tapi sering pula mengerjakan kesalahan yang sama. Jadi kesannya saya mempermainkan tobat, lebih parahnya mempermainkan agama. Padahal hati saya sungguh sungguh ingin tobat. pada awalnya saya benar benar berniat bertaubat, tapi yang namanya setan kan selalu membuat tipu daya dan menjerumuskan, lagipula iman saya juga sering goyah. Saya jadi takut tobat saya diterima allah atau tidak. Saya benar benar ingin bertaubat dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tekad yang kuat untuk saya belum cukup karena saya mudah terpengaruhi. Tolong bantuannya, mungkin ada tips untuk saya.

  4. MashaAllah….. jadi apa itu artinya Allah akan selalu mengampuni dosa-dosa hambaNya meskipun dosa tersebut terulang kembali? Lalu bagaimana jika ada hamba yg meninggalkan shalat lalu dia bertaubat? Apa Allah akan mengampuninya?

    • Ya. jika setiap bertobat dia bersungguh-sungguh, pasti akan diampuni. Akan tetapi Allah lah yang Maha Mengetahui apakah dia sungguh-sungguh bertaubat atau tidak. Akhirnya, dari sisi manusia, seharusnya merasa khawatir taubatnya tidak diterima, dan setiap ingin berbuat dosa, teringat akan hal ini. wallahu a’lam

  5. Alhamdulillah..tulisan ini menjawab semua keraguan saya. Saya pernah melakukan dosa besar beberapa bulan yang lalu, meskipun saya tahu saya berdosa dan saya sungguh berniat untuk tidak mengulanginya dan bertaubat, tapi sulit diri ini mengatakan bahwa saya benar2 menyesalinya. Terimakasih, semoga anda selalu dalam lindungan Allah.

  6. Assalam. Akhi sya juga pernah buat dosa besar. Tpi sya sudah prnah taubat sprti taubat nasuha, bener2 ikhlas dn janji dlam dri sya tdk akan mngulangi.tpi ya bgtu lg sya buat dosa, sya seakan jdi tkut bertaubat krna seakan2 sya mempermainkan tuhan sya sndri yaitu ALLAH. Tolong pencerahab nya akhi. Syukron.

    • Mungkin hal ini bisa diselesaikan dengan 2 hal:
      1. Jauhi lingkungan atau faktor apa pun yang dapat menyebabkan terjadinya perbuatan dosa tersebut. Jika perbuatan dosa tersebut sudah lama tidak dilakukan, maka di kemudian hari akan timbul rasa penyesalan. inilah inti taubat.
      2. Sibukkan diri antum untuk hal yang bermanfaat, misalnya: menghafal al-qur’an atau belajar bahasa arab, jika memang antum masih banyak waktu luang. Jika tidak maka akan terjatuh pada perbuatan dosa.
      فَماَذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ [“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)]. wallohu a’lam

  7. Assalamualaikum wr.wb.,
    aku melakukan dosa lalu aku bertaubat, dan selang beberapa waktu kemudian aku berbuat dosa itu kembali , dosa yang sama . Padahal pada saat tobat pertama aku sangat bertekad untuk meninggalkan hal buruk tersebut . Tapi entah kenapa , selalu terjadi , selalu berulang dan aku bertaubat kembali . Aku sangat takut jika tobat ku selama ini tdak diterima dan dosaku bahkan bertumpuk . Karna mengingat syarat tobat salah satunya tidak mengulanginya kembali . Jadi aku bingung , apakah aku ini termasuk mempermainkan tobat?

    • wa’alaikumus salam. Tentang kebulatan tekad, ini masalah hati, tentu hanya Allah yang tahu. Barangkali hal ini dikarenakan lingkungan. Seandainya suatu hal dapat menyebabkan perbuatan dosa, tentu hal tersebut harus dihindari, walaupun hukum asal hal tersebut adalah mubah. wallahu a’lam

  8. Syukron Ustad Abu Muhammad, sangat bermanfaat, semoga banyak orang yang membaca blog ini sehingga banyak yang segera BerTaubat dan di terima Taubat nya oleh Allah Azza Wa Jalla,. Aamin

  9. Saya mau bertanya…Apakah bertaubat itu kita harus melakukan sholat taubat? Lalu jika kita mengulang dosa itu kembali kita melakukan sholat taubat lagi?

  10. Jika melanggar taubat nasuha ganjaran nya apa?? Lalu apakah msh bs utk bertaubat lagi?? Meskipun sblm nya udh melanggar, lalu tobat nasuha, trus melanggar lagi.

  11. Ass, mau bertanya apakah pelanggaran taubat nasuha msh bs d ampuni meskipun sblm nya sudah taubat nasuha, trus melanggarnya lalu brjnji taubat nasuha kmbali lalu melanggar nya lagi. Apakah msh bs d ampuni??

    • Yang jadi masalah adalah kita tidak tahu apakah taubat yang pertama sudah diterima atau belum. Jika belum diterima oleh Allah walaupun kita merasa sudah bertaubat, berarti dosa kita belum terhapus. Adanya dosa lagi yang akan memperberat hukuman di akhirat. Akan tetapi jika taubat kita sudah dianggap nasuha (sungguh-sungguh) oleh Allah, maka dosa kita sudah diampuni. Adanya dosa baru yang dicatat baru, tidak akumulasi. wallahu a’lam
      Yang saya tahu dari ustadz Ahmad Zainudin, salah satu tanda taubat kita diterima, yaitu Allah memberikan taufik kepada kita untuk tidak mengulangi dosa lagi. Akan tetapi, penjelasan ini tentu tidak menafikan hadits sebagaimana terdapat di artikel. wallahu a’lam

  12. Assalaamualaykum
    Saya mau bertanya
    Bagaimana hukumnya .
    Jika belum melakukan sholat taubat,
    Tapi sudah bertaubat dengan meninggalkan hal” yg dilarang oleh Allah, dan sudah melaksanakan perintah” Allah yg Wajib, contohnya seperti sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, dan Berhijab.

    Apakah ibadah-ibadah yang kita lakukan akan diterima? Walaupun kita tidak melakukan shalat taubat.

    Tolong dijawab
    Terima kasih
    Wassalaamualaykum

  13. Asalamualaikum,saya mau bertanya.kalau kita dulu tidak pernah sholat ,puasa dan kewajiban yg lain apabila kita sudah berraubat apakah kita harus menggantikannya ?

  14. Assalamualaikum, saya ingin bertanya. Bisakah diperinci lagi syarat taubat no. 4 agar saya bisa lebih mengerti dmn disebutkan “bila terkait dgn hak org, dia mengembalikannya kpd org yg dizalimi”. Terima kasih sebelumnya.

    • Wa’alaikumus salam. Hal tersebut jika terkait dengan hak orang lain, seperti mengambil barang milik orang lain. Salah satu syarat taubatnya adalah mengembalikan barang yang pernah diambil (atau seharga barang itu) dan meminta keridhoan orang tersebut

  15. Assalamualaikum, saya mau tanya… Bagaimana jika seseorang sewaktu hidupnya mencuri, berzina, durhaka pd ortu dan pasangan hidupnya. Lalu dia sakit dan meninggal. Sebelum meninggal, dia bertaubat. Tp dia hanya punya waktu sedikit untuk berbuat baik spt bersedekah, minta maaf pd org yg disakiti hatinya. Apakah taubatnya diterima dan semua dosa2nya yg banyak itu dihapus ALLAH? Krn itu semua termasuk dosa2 besar. Apakah dia bisa suci kembali mengingat byk sekali dosanya dan dia hanya punya waktu sedikit utk berbuat baik.

  16. Pingback: Bertaubatlah, Meskipun Berkali-kali Terjebak dalam Dosa yang Sama | lopokopi.com

  17. .assalamualaikum…
    .alhamdulillah bisa bertaubat(meskipun dlm hati ada ketakutan dosa akan terulang kembali)
    .saya mau bertanya,jika kita pernah bolong2 sholat,berzina,korupsi duit temen. untuk taubatnya bisa 1x mewakili semua apa harus satu2 sesuai dg kriteria dosa tsb?
    wassalam

  18. .assalamualaikum
    .klo kriteria dosa kita banyak,untuk taubatnya bsa diwakili 1x atau sesuai dg kriterianya?
    .wassalamualaikum

  19. Ass.mualikum. mau tanya jika sesorang telah berbuat zina.! Tp dia menyesalinya dalam perbuatanya. Seakan. Ia hina. Dihadapan allah.s.w.t. tp kemudian dia mengulangi perbuatan nya lagi.dia. berulang lagi dalam keadaan dina. Mana baik nya orang yang selalu tidak sholat. Tp yang satu lagi orang selalu berfikir menyelesai perbuatan.yang ia kerjakan.tp sholat.walupun dia belum mampu sholat 5 waktu.!!,apakah allah masih mengasihinya.! Terimaksih sebelumnya.! Wss.

  20. Terimakasih ust.
    Ini sangat membantu sy. Namun sy mau bertanya, bgmn jika setlh sy tlah sholat taubat (bertaubat) dg sungguh2 tetapi stelh it sy mash merasa bersalah “ingat trus akn dosa” yg sy lakukan. Apakah sy hrus sholat lagi ?
    Lalu bgman jika merasa berdosa terhadap sesama manusia , apakh harus memohn maaf sec.langsung ?
    Mhn jawbnx ust . . .

    • 1. Mengingat dosa masa lalu sembari menyesalinya dan tidak membanggakannya, merupakan perbuatan terpuji. Ini termasuk bagian taubat
      2. Dosa kepada manusia yang terkait harta, harus dikembalikan sebesar harta yang diambil haknya dari orang tersebut. Adapun terkait kehormatan, jika orang yang terdzolimi tersebut sdh mengetahui, maka kita harus meminta maaf pada org tersebut. Jika orang tersebut tidak mengetahui bahwa pelaku yang berbuat dzolim adalah kita, maka kita cukup memintakan ampun orang tersebut dan menyebarkan kebaikan orang tsb sebagai kafarah atas dosa yang kita lakukan

  21. Ass..
    bagaimana kalau sudah bertaubat atas perbuatannya dan dosa yang sama dilakukan kembali. apakah dosanya diampuni?
    bagaimana maksud dari Al-quran An-nisa ayat 17 dan An-Nahl ayat 119.
    saya pernah membaca di artikel lain arti ‘kejahilan’ di dalam surah an-nisa (kebodohan/ketidak tahuan).
    taubat yang pertama kali dia karna tidak mengetahui, karena sudah tau perbuatan tersebut dosa dia melakukannya lagi..
    apakah dosa tersebut diampuni Allah.?
    mohon pencerahan ustad.

    • Pelaku maksiat adalah orang yang bodoh di sisi Allah…!!!

      Meskipun…. Ia adalah seorang yang hafal Qur’aan..

      Meskipun ia seorang berilmu agama…., dst

      Allah berfirman :

      إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

      Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa : 17)

      Abul ‘Aaliyah berkata, “Aku bertanya kepada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ayat ini maka mereka berkata kepadaku, كُلُّ مَنْ عَصَى اللهَ فَهُوَ جَاهِلٌ ((Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah maka ia adalah orang jahil/bodoh))” (Lihat Tafsiir At-Thobari 8/89)

      Demikian pula perkataan para mufassirin (ahli tafsir). Ibnu Abbaas radhiallahu ‘anhumaa berkata, مَنْ عَمِلَ السُّوْءَ فَهُوَ جَاهِلٌ، مِنْ جَهَالَتِهِ عَمِلَ السُّوْءِ ((Barangsiapa yang melakukan keburukan/maksiat maka ia adalah orang jahil, karena kebodohannya maka ia melakukan kemaksiatan)) (Tafsiir At-Thobari 8/90)

      Mujahid berkata, كُلُّ مَنْ عَصَى رَبَّهُ فَهُوَ جَاهِلٌ حَتَّى يَنْزِعَ عَنْ مَعْصِيَتِهِ ((Setiap orang yang bermaksiat kepada Robbnya maka ia adalah orang jahil hingga ia meninggalkan kemaksiatannya tersebut)) (Tafsiir At-Thobari 8/89)
      Allah juga berfirman :

      ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

      Kemudian, Sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan dengan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nahl : 119)

      Para pembaca yang budiman, ayat-ayat di atas menunjukan bahwa setiap orang yang melakukan kemaksiatan adalah orang yang pada hakekatnya bodoh hingga ia meninggalkan kemaksiatan tersebut.

      Dan kebodohan yang disebutkan dalam ayat ini yang menjangkiti pelaku kemaksiatan bukanlah kebodohan atau ketidaktahuan akan hukum kemaksiatan yang ia lakukan. Karena jika seseorang tidak mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut merupakan kemaksiatan maka tentunya ia tidak akan dihukumi oleh Allah. Akan tetapi yang dimaksud dengan kebodohan di dalam ayat ini adalah kebodohan yang hakiki.

      Hakekat kebodohannya –sebagaimana keterangan para ulama- bisa ditinjau dari beberapa sisi, diantaranya :

      – Tatkala bermaksiat sesungguhnya ia bodoh bahwasanya Allah sedang melihatnya, dan sedang mengawasinya, dan mencatat seluruh perbuatan maksiatnya tersebut

      – Ia bodoh akan akibat buruk yang timbul dari perbuatan maksiatnya tersebut, diantaranya berkurangnya imannya atau bisa jadi menyebabkan hilangnya keimanannya

      – Ia bodoh bahwasanya perbuatannya tersebut menyebabkan kemurkaan Allah

      – Ia bodoh bahwasanya perbuatannya tersebut bisa menyebabkan siksaan yang pedih di akhirat kelak (Lihat penjelasan Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya hal 171)

      – Terlebih lagi ia semakin bodoh jika telah mengetahui perkara-perkara di atas, kemudian masih nekat mendahulukan hawa nafsunya. Ia sangatlah bodoh dan dungu takala mengetahui bahwa kenikmatan yang ia rasakan dengan berbuat kemaksiatan tersebut hanyalah sesaat dengan harus merelakan kenikmatan abadi yang ada di akhirat. Semua orang sepakat bahwa orang yang mendahulukan kenikmatan sesaat dan sedikit di atas kenikmatan yang abadi dan berlimpah ruah adalah orang yang bodoh dan dungu. (Lihat penjelasan Al-baghowi dalam tafsirnya 2/184 dan Ar-Roozi dalam tafsirnya 13/6).

      – Tidaklah ia menjadi demikian dungunya kecuali tatkala ia dikuasai oleh hawa nafsu dan syahwatnya sehingga akal pikirannya dikendalikan oleh syahwatnya. Jadilah ia dungu dan bodoh tidak berakal bahkan menjadi budak syahwat dan nafsunya (Lihat penjelasan Abu Hayyaan Al-Andalusi dalam tafsiir Al-Bahr Al-Muhiith 3/207)

      Demikianlah para pembaca yang budiman, orang yang sedang bermaksiat kepada Allah pada hakekatnya ia sedang dungu dan bodoh dengan hal-hal di atas. Yang semua kebodohan itu kembali kepada kurangnya rasa khosyah (takut) kepada Allah. Ibnu Taimiyyah berkata :

      “Sesungguhnya ia (pelaku maksiat) menjadi bodoh karena kurangnya rasa khosyahnya kepada Allah, karena kalau seandainya rasa takutnya kepada Allah sempurna maka ia tidak akan bermaksiat. Karenanya Ibnu Mas’uud radhiallahu ‘anhu berkata, كَفَ بِخَشْيَةِ اللهِ عِلْمًا وَكَفَى بِالاِغْتِرَارِ بِاللهِ جَهْلاً “Cukuplah dengan rasa khosyah kepada Allah sebagai ilmu, dan cukuplah sikap terpedaya (oleh syaitan dari mentaati Allah) merupakan kebodohan” (Al-iimaan Al-kabiir hal 22)

      Oleh karenanya sebagaimana tidak adanya rasa khosyah kepada Allah sehingga terjerumus dalam kemaksiatan merupakan kebodohan yang hakiki, maka rasa khosyah kepada Allah itulah ilmu yang hakiki. Allah berfirman

      إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

      Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama (QS Faathir : 28)

      Allah juga berfirman

      أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ

      (Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS Az-Zumar : 9)

      Orang yang takut kepada ‘adzab akhirat itulah orang yang memiliki hakekat ilmu dan telah terlepas dari kebodohan yang hakiki, yaitu orang yang mengetahui kebesaran Allah dan mendahulukan kehidupan akhirat yang abadi di atas kenikmatan yang semu dan fanaa… yang beriman akan janji-janji Allah, dan bukanlah orang yang terpedaya dan menjadi budak syahwatnya sehingga mendahulukan kenikmatan sementara di atas kenikmatan abadi.
      (https://www.firanda.com/index.php/artikel/wejangan/175-kebodohan-hakiki-pelaku-maksiat-adalah-orang-yang-bodoh-di-sisi-allah)

Leave a comment