Gallery

11 Alasan Mengapa Kita Harus Memperbanyak Beramal Sholih (3)

Artikel sebelumnya di: 11 Alasan Mengapa Kita Harus Memperbanyak Beramal Sholih (2)

 

3desktop.net

3desktop.net

11. Kita tidak tahu amal kita yang mana yang diterima dan mendapat pahala dari Alloh

Kita tidak tahu amal yang mana yang diterima oleh Alloh yang bisa disebabkan oleh:

a. Ketidak-tahuan dan ketidak-sempurnaan dalam mempraktikkan syarat-syarat diterimanya amal

Tentang syarat-syarat agar amalan diterima oleh Alloh dan mendapatkan pahala [yaitu: ikhlas (tidak syirik) dan sesuai dengan tuntunan Rosululloh (tidak bid’ah)], dapat dibaca di: https://abumuhammadblog.wordpress.com/2013/01/10/cara-melipatgandakan-pahala-amal-sholih/

b. Ada perbuatan-perbuatan maksiat yang menyebabkan terhapusnya pahala kebaikan yang sudah kita kerjakan, antara lain:

1). Riya. Alloh akan meninggalkan amalannya (HR Muslim)

2), 3), 4). Durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut pemberian, dan mendustakan takdir. Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka [HR.    Ibnu Abi Ashim 323, Ath-Thabrany 7547, hasan]

5). Melanggar hal-hal yang diharamkan Allah secara sembunyi-sembunyi. Allah menjadikan kebaikan-kebaikan itu sebagai debu yang berhamburan [HR. Ibnu Majah 4245, shahih]

6). Meminum khamr. Shalatnya tidak diterima selama empat puluh pagi (hari). [HR. At-Tirmidzi 1862, shahih]

7). Memelihara anjing, kecuali anjing pelacak, penunggu tanaman atau berburu. pahala amalnya dikurangi setiap hari satu qirath (dalam riwayat lain: dua qirath) [HR. Al-Bukhari 6/360, Muslim 10, 240]

Tentang pembatal/perusak amal ini selengkapnya dapat dibaca di: http://al-firqotunnajiyyah.blogspot.com/2008/08/penghapus-amal-shalih.htmlhttp://ceramahkultum.blogspot.com/2009/04/19-perkara-yang-merusak-amal.html; dan http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/waspadailah-penghapus-pahala-sedekah.html

Oleh karena itu, sampai akhir hayat kita, kita tidak akan tahu amal mana yang diterima Alloh. Bisa jadi pahala amal kita sudah termakan oleh perbuatan-perbuatan buruk tersebut sehingga tidak menyisakan sedikit pun.

Para pendahulu kita yang shalih, yaitu para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, dengan segala kebaikan yang mereka miliki, mulai dari ibadah, amal kebajikan, zuhudnya, dan mereka tahu bahwa Allah Maha Luas ampunan dan Rahmat-Nya, namun mereka masih dihinggapi rasa takut akan tertolaknya amalan yang mereka kerjakan. Lihatlah gambaran Al-Qur’an tentang mereka:

 وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَا آَتَوْا وَقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُوْنَ (60)

 “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Mu’minun: 60)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ayat tersebut. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

لاَ يَا بِنْتَ الصِّدِّيْقِ، وَلَكِنَّهُمُ الَّذِيْنَ يَصُوْمُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ وَيَتَصَدَّقُوْنَ وَهُمْ يَخَافُوْنَ أَنْ لاَ يُقْبَلَ مِنْهُمْ ، أُولَئِكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ.

“Tidak wahai puteri ash-Shiddiq, tapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, melaksanakan shalat, bershadaqah, sedangkan mereka merasa khawatir amalan-amalan itu tidak diterima. Mereka itu adalah orang-orang yang bersegera dalam kebaikan.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3175 dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohiih Sunan at-Tirmidzi, no. 2537)

Mereka adalah orang yang bersegera dalam kebaikan dan melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya. Meskipun demikian, mereka senantiasa merasa takut amalan mereka tidak diterima. Allah menyanjung mereka dengan sebaik-baik sanjungan dan mensifati mereka dengan sifat yang paling baik. (http://attaubah.com/sebab-sebab-terhapusnya-amal-sholih.html)

Berkata Ibnu Rojab, “Dan demikianlah keadaan kebanyakan orang-orang yang takut kepada Allah dari kalangan salaf. Diantara mereka ada yang berkata, “Apakah engkau mengetahui bahwasanya engkau telah berdosa?”, ia menjawab, “Benar”, ia berkata, “Lantas engkau mengetahui bahwa Allah mencatat dosamu itu atas engkau?”, ia berkata, “Benar”, ia berkata, “Beramalah hingga engkau mengetahui bahwa Allah telah menghapus dosamu itu”… (Jami’ul ‘ulum wal hikam 1/174) [http://www.firanda.com/index.php/artikel/wejangan/28-wasiat-ibnu-masud-2-tentang-bagaimanakah-semestinya-seorang-mukmin-memandang-dosa-dosanya]

Lantas mengapa kita tidak memperbanyak amal untuk memperbesar tabungan pahala atas amal masih ada kemungkinan diterima?

 

Di sisi lain, selain memperbanyak amal, kita juga harus bersungguh-sungguh dalam beramal, perhatikan dan amalkanlah syarat-syarat diterima amal di atas!

Dan mereka mencurigai amalan-amalan mereka dan taubat mereka, mereka takut jika hal itu tidak diterima dari mereka maka ketakukan mereka ini menyebabkan rasa takut yang amat sangat dan menyebabkan bersungguh-sungguh dalam beramal sholeh.

Hasan Al-Bashri berkata, أدركت أقواما لو أنفق أحدهم ملء الأرض ما أمن لعظم الذنب في نفسه “Aku bertemu dengan kaum-kaum yang jika salah seorang dari mereka berinfaq sejumlah seluas bumi ini maka ia tidak akan merasa aman karena besarnya bahaya dosa di sisinya”.

Berkata Ibnu ‘Aun, لا تثق بكثرة العمل فإنك لا تدري أيقبل منك أم لا ولا تأمن ذنوبك فإنك لا تدري أكفرت عنك أم لا إن عملك مغيب عنك كله “Janganlah engkau percaya diri dengan banyaknya amal karena sesungguhnya engkau tidak tahu apakah diterima darimu atau tidak, dan janganlah engkau merasa aman dari dosa-dosamu karena sesungguhnya engkau tidak tahu apakah dosa-dosamu dimaafkan atau tidak, sesungguhnya amalanmu tidak nampak olehmu” (Jami’ul ‘ulum wal hikam 1/174) [http://www.firanda.com/index.php/artikel/wejangan/28-wasiat-ibnu-masud-2-tentang-bagaimanakah-semestinya-seorang-mukmin-memandang-dosa-dosanya]

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankah engkau mendengar firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

Dari Fadhalah bin ‘Ubaid, beliau mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku satu amalan kebaikanku sekecil biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya, karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maaidah: 27)”

Malik bin Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih kukhawatirkan daripada banyak beramal.”

Abdul Aziz bin Abi Rawwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak”.

‘Umar bin ‘Abdul Aziz berkhutbah pada hari raya Idul Fitri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fitri. Dikatakan  kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.” Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak” (Lathaif Al Ma’arif, hal. 368-370). [http://muslim.or.id/ramadhan/selamat-jalan-ramadhan.html]

Jadi, memperhatikan syarat-syarat diterimanya amal tidak kalah penting dari sekedar memperbanyak amal kebaikan

 

Terakhir, sekali lagi beristiqomahlah dalam beramal, jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan orang yang digambarkan Alloh dalam firman-Nya:

llah Ta’ala memberikan permisalan tentang amalan manusia dengan firman-Nya:

أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

 “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (QS. Al-Baqarah: 266).

Ketika menjelaskan ayat di atas, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma memberikan permisalan tentang seorang kaya yang beramal dengan ketaatan kepada Allah, kemudian Allah mengutus syaithon kepadanya sehingga orang itu berbuat banyak maksiat sehingga semua amalnya terhapus. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4538. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, I/280).

Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita tentang orang yang pada permulaan hidupnya banyak beramal kebaikan, lalu setelah itu jalan hidupnya berbalik. Dia mengganti kebaikan dengan kejahatansemoga Allah melindungi kita semua dari hal itu– sehingga amal kebaikannya di permulaan menjadi terhapus. Amat menyesal sekali manusia seperti ini.

Di saat-saat tua dimana ia sangat membutuhkan sesuatu namun seluruh modalnya menjadi lenyap dan tiada lagi bermanfaat. Adakah keadaan  yang lebih parah dari pada ini?

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Rabbabaa Laa Tuyigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lana Mil-Ladunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 7)

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Thaa’atik

Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim) [http://abinazahra.wordpress.com/2010/02/18/doa-istiqomah/]

 

Penutup

Begitu cepatnya perjalanan waktu ini. Usia kita di dunia semakin berkurang, itu artinya kita semakin dekat dengan kehidupan akhirat.

Benarlah apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,

“Hari-hari dunia ini semakin lama semakin meninggalkan kita. Hari-hari akhirat semakin lama semakin menanti di hadapan kita, setiap darinya memiliki anak, maka jadilah engkau anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia, karena sesungguhnya hari ini adalah hari untuk beramal dan tidak ada penghisaban, dan besok (hari akhirat) adalah hari penghisaban amal dan tidak ada lagi hari untuk beramal” (HR. Bukhari).

Maka saudaraku -di jalan Allah- marilah kita senantiasa menginstropeksi diri kita. Selama ini, apa sajakah yang kita kerjakan?. Sudah cukupkah bekal kita untuk menghadap Allah dan mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita?. Marilah kita merenungkan firman Allah ta’ala,

“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-Hasyr : 18). [http://buletin.muslim.or.id/nasehat/bulan-muharram-bulan-yang-mulia]

“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan“.(QS. At Taubah : 105).

Akhirnya, marilah kita memperbanyak dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amal sholeh di sisa hidup kita yang tidak akan lama ini.

Wallohu a’lam bish showab. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat.

 

 

Abu Muhammad

Palembang, 29 Jumadil Awal 1434 H/ 10 April 2013

 

Download dalam bentuk pdf, artikel: 11 ALASAN MENGAPA KITA HARUS MEMPERBANYAK BERAMAL SHOLIH (1 s.d. 3, lengkap)

Leave a comment