Gallery

Cara Melipatgandakan Pahala Amal Sholih (1)

lipat ganda amal

123rf.com

Sebelumnya, kita bahas dulu syarat yang sangat mendasar dan prinsipil diterimanya suatu amalan, yaitu (http://atsary.wordpress.com/2008/11/15/syarat-diterimanya-amal/):

  1. Amalan tersebut harus dilandasi keikhlasan hanya kepada Allah, sehingga pelaku amalan tersebut sama sekali tidak mengharapkan dengan amalannya tersebut kecuali wajah Allah Ta’ala.
  2. Kaifiat pelaksanaan amalan tersebut harus sesuai dengan petunjuk RasulullahShollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.

Dalil dari kedua syarat ini disebutkan oleh Allah –Subhanahu wa Ta’ala– di beberapa tempat dalam Al-Qur’an, di antaranya :

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

 Yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa dianatra kalian yang paling baik amalannya “. (QS. Al-Mulk : 2)

Al-Fudhoil bin ‘Iyadh Rahimahullah berkata –sebagaimana dalam Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah rahimahullah (18/250)- menafsirkan firman Allah “siapa di antara kalian yang paling baik amalannya”, “(Yaitu) Yang paling ikhlasnya dan yang paling benarnya. Karena sesungguhnya amalan, jika ada keikhlasan akan tetapi belum benar maka tidak akan diterima, dan jika amalan itu benar akan tetapi tanpa keikhlasan maka juga tidak diterima, sampai amalan tersebut ikhlas dan benar. Yang ikhlas adalah yang hanya untuk Allah dan yang benar adalah yang berada di atas sunnah ( Rasulullah)”.

Syarat Pertama : Pemurnian Keikhlasan Hanya Kepada Allah, dalilnya antara lain:

llah –Subhanahu wa Ta’ala– berfirman :

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (2) أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

”Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al quran) dengan kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)”. (QS. Az-Zumar: 2-3)

Dan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam juga telah menegaskan dalam sabda beliau :

”Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR. Bukhary-Muslim dari ’umar bin Khaththab radhiallahu ’anhu)

Keikhlasan yang diinginkan disini adalah mencakup dua perkara :

1. Lepas dari syirik ashghar (kecil) berupa riya’ (ingin dilihat), sum’ah (ingin didengar), keinginan mendapatkan balasan duniawi dari amalannya dan yang semisalnya dari bentuk-bentuk kitidakikhlasan, karena semua niat-niat diatas menyebabkan amalan yang sedang dikerjakan sia-sia, tidak ada artinya dan tidak akan diterima oleh Allah –Subhanahu wa Ta’ala-.

Allah –Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsy-:
”Siapa saja yang beramal dengan suatu amalan apapun yang dia memperserikatkan Aku bersama selain Aku dalam amalan tersebut maka akan saya tinggalkan dia dan siapa yang dia perserikatkan bersama Aku”. (HSR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ’anhu)

2. Lepas dari syirik akbar (besar), yaitu menjadikan sebahagian dari atau seluruh ibadah yang sedang dia amalkan untuk selain Allah –Subhanahu wa Ta’ala-. Perkara kedua ini jauh lebih berbahaya, karena tidak hanya membuat ibadah yang sedang diamalkan sia-sia dan tidak diterima oleh Allah, bahkan membuat seluruh pahala ibadah yang telah diamalkan akan terhapus seluruhnya tanpa terkecuali.

Allah –Subhanahu wa Ta’ala– berfirman mengancam Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan seluruh Nabi sebelum beliau :
”Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) yang sebelummu : ”Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah seluruh amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Az-Zumar : 65)

Syarat Kedua : Pemurnian Ittiba’ (pengikutan) Kepada Ar-Rasul Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.

Allah –Subhanahu wa Ta’ala– menegaskan :
”Katakanlah : ”Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian,” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali ’Imran:31)

Maka siapa saja yang beramal dengan suatu ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam maka amalan tersebut tertolak dan sia-sia di sisi Allah –’Azza wa Jalla-.

Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah bersabda :
”Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ’A’isyah Radhiallahu ’anha). Dan dalam lafadz Imam Muslim, ”Siapa saja yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada tuntunan kami padanya maka amalan itu tertolak”.

Maka kita katakan bahwa tidak akan terwujud ittiba’ sampai ibadah yang dilakukan sesuai dengan apa yang datang dari Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dalam 6 perkara, yaitu:

a. Sebab Pelaksaannya.

b. Jenisnya.

c. Ukurannya.

d. Sifatnya.

e. Waktu Pelaksanaannya.

f. Tempat Pelaksanaannya.

Selengkapnya baca situs di atas. Baca juga: http://muslim.or.id/manhaj/agar-amalan-kita-diterima-di-sisi-allah.html; http://abufawaz.wordpress.com/2012/04/28/syarat-syarat-utama-diterimanya-amal-ibadah/ atau http://rumaysho.com/belajar-islam/jalan-kebenaran/2899-dua-syarat-diterimanya-ibadah.html

Tentunya, harus menghindari bid’ah, agar amalannya tidak tertolak

عن أم المؤمنين أم عبدالله عائشة رضي الله عنها قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد ” رواه البخاري ومسلم , وفي رواية لمسلم ” من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

 Dari Ummul mukminin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”.
(Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”) [Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718]

Jika masih ada syubhat tentang bid’ah hasanah bisa membaca situs: http://muslim.or.id/manhaj/umar-imam-syafii-berbicara-tentang-bidah-hasanah.html; http://abuzuhriy.com/salah-kaprah-dalam-memahami-bidah-hasanah/; atau http://pecintamanhajsalaf.wordpress.com/2011/09/24/bidah-menurut-imam-syafii/

Selanjutnya, berikut ini kami sajikan kiat-kiat beramal yang bisa melipatgandakan pahalanya (dengan mengutip dari berbagai sumber)

1. Menggandakan Niat (http://firanda.com/index.php/artikel/aqidah/233-multi-niat-multi-pahala)

niat-dan-keikhlasan

ustadzmuslim.com

Ibnu Qudaamah berkata : Sebagian para salaf berkata, “Sungguh aku lebih senang jika pada setiap yang aku lakukan terdapat sebuah niat, sampai-sampai pada makanku, minumku, tidurku, dan ketika masuk ke dalam wc, serta pada semua yang bisa diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah”. Karena semua yang menjadi sebab tegaknya badan dan luangnya hati adalah bagian dari kepentingan agama, maka, siapa saja yang meniatkan makannya sebagai bentuk ketakwaan dalam beribadah, menikah untuk menjaga agamanya, menyenangkan hati keluarganya, dan agar bisa memiliki anak yang menyembah Allah setelah wafatnya maka ia akan diberi pahala atas semua hal itu. Jangan kamu remehkan sedikitpun dari gerakanmu dan kata-katamu, dan hisablah dirimu sebelum engkau dihisab, dan luruskanlah sebelum engkau melakukan apa yang engkau lakukan, dan juga perhatikanlah niatmu terhadap hal-hal yang engkau tinggalkan. (Mukhtashor Minhaaj Al-Qooshidiin hal 363)

Contoh praktek Multi Niat Pada Satu Amalan Sholeh

Ibnu Qudaamah Al-Maqdisi rahimahullah berkata :

الطاعات، وهى مرتبطة بالنيات في أصل صحتها، وفى تضاعف فضلها، وأما الأصل، فهو أن ينوى عبادة الله تعالى لا غير، فإن نوى الرياء صارت معصية . وأما تضاعف الفضل، فبكثرة النيات الحسنة، فإن الطاعة الواحدة يمكن أن ينوى بها خيرات كثيرة، فيكون له بكل نية ثواب، إذ كل واحدة منها حسنة، ثم تضاعف كل حسنة عشر أمثالها

“Ketaatan-ketaatan berkaitan dengan niat dari sisi sahnya ketaatan tersebut dan dari sisi berlipat gandanya ganjaran/pahala ketaatan tersebut. Adapun dari sisi sahnya maka hendaknya ia berniat untuk beribadah kepada Allah saja dan bukan kepada selain-Nya, jika ia meniatkan riya maka ketaatan tersebut berubah menjadi kemaksiatan.

Adapun dari sisi berlipat gandanya pahala, yaitu dengan banyaknya niat-niat baik. Karena satu ketaatan memungkinkan untuk diniatkan banyak kebaikan, maka baginya pahala untuk masing-masing niat. Karena setiap niat merupakan kabaikan, kemudian setiap kebaikan akan dilipat gandakan menjadi 10 kali lipat” (Mukhtashor Minhaaj Al-Qosshidiin hal 362)

Diantara contoh praktek menggandakan niat-niat kebaikan dalam satu amalan adalah : Duduk di mesjid

Ibnu Qudaamah berkata :

“Sebagai contoh duduk di masjid, maka sesungguhnya hal itu adalah salah satu amalan ketaatan, dengan hal itu seseorang bisa meniatkan niat yang banyak seperti meniatkan dengan masuknya menunggu waktu sholat, iktikaf, menahan anggota badan (dari maksiat –pent), menolak hal-hal yang memalingkan dari Allah dengan mempergunakan seluruh waktunya untuk di masjid, untuk dzikir kepada Allah dan yang semisalnya. Inilah cara untuk memperbanyak niat maka qiyaskanlah dengan hal ini amalan-amalan ketaatan lainnya karena tidak ada satu ketaatanpun melainkan dapat diniatkan dengan niat yang banyak.” (Mukhtashor Minhaaj Al-Qosshidiin hal 362 )

Multi Niat Juga Berlaku Pada Perkara-Perkara Mubah

Sebagaimana penjelasan di atas bahwasanya perkara-perkara mubah jika dikerjakan dengan niat yang baik maka bisa berubah menjadi bernilai ibadah. Oleh karenanya sungguh kita telah merugi dan telah membuang banyak waktu dan tenaga dalam urusan dunia jika kita tidak meniatkannya untuk akhirat..terlalu banyak pahala tidak kita raih. Ibnu Qudaamah berkata:

“Tidak ada satu perkara yang mubah kecuali mengandung satu atau beberapa niat yang dengan niat-niat tersebut berubahlah perkara mubah menjadi qurbah (berpahala), sehingga dengannya diraihlah derajat-derajat yang tinggi. Maka sungguh besar kerugian orang yang lalai akan hal ini, dimana ia menyikapi perkara-perkara yang mubah (*seperti makan, minum, dan tidur) sebagaimana sikap hewan-hewan ternak.

Dan tidak selayaknya seorang hamba menyepelekan setiap waktu dan betikan-betikan niat, karena semuanya akan dipertanyakan pada hari kiamat, “Kenapa ia melakukannya?”, “Apakah yang ia niatkan?”. Contoh perkara mubah yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah parfum (minyak wangi), ia memakai minyak wangi dengan niat untuk mengikuti sunnah Nabi, untuk memuliakan masjid, untuk menghilangkan bau tidak enak yang mengganggu orang yang bergaul dengannya” (Mukhtasor minhaaj Al-Qoosidhiin hal 362-363)

Sebagai contoh menggandakan niat dalam perkara-perkara mubah adalah tatkala makan dan minum

1.      Untuk menguatkan tubuh agar bisa beribadah kepada Allah

2.      Merenungkan nikmat Allah, sebagai pengamalan firman Allah “Apakah manusia tidak melihat kepada makanannya?” (QS ‘Abasa : 24)

3.      Mensyukuri nikmat Allah

4.      Berusaha menerapkan sunnah Nabi tatkala makan dan minum

Selengkapnya baca situs tersebut, disitu disebutkan berbagai dalil dan berbagai amalan yang bisa dilakukan dengan banyak niat, PENTING!

Bersambung ke: Cara Melipatgandakan Pahala Amal Sholih (2)

 

Leave a comment