Gallery

11 Alasan Mengapa Kita Harus Memperbanyak Beramal Sholih (1)

presentermedia.com

presentermedia.com

Secara umum, setiap muslim melakukan segala amal sholih dengan tujuan untuk mendapatkan pahala dan masuk surga. Salah satu dalil yang mendasari hal ini adalah firman Alloh ‘azza wa jalla:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS An Nahl : 97).

Abul Fida’ Ibnu Katsir Rahimahullah, berkata : “kehidupan yang baik mencakup seluruh bentuk kelapangan dari segala sisi”

Yang lainnya menafsirkannya dengan “kehidupan yang baik di akhirat berupa surga“. Seperti, Al Hasan Al Basri, Qotadah, Mujahid, dan Ibn Zaid Rahimahumullah. (Tafsir Adh’waul Bayan, Tafsir Ath Thobari, Tafsir Fathul Qodir, Tafsir Al Qur’anul Adzim, Tafsir Al Qurthubi, Tafsir Zaad al Musayyar & Taisir Al Karim Ar Rahman). [http://ahlussunnahpalopo.blogspot.com/2011/01/meraih-kebahagiaan-dengan-iman-dan-amal.html]

Baca selengkapnya di situs tersebut mengenai penjelasan ayat ini

Akan tetapi, ada faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan agar kita lebih bersemangat dalam memperbanyak amal sholih (baik mengerjakan semua kewajiban dan amalan sunnah), antara lain.

 

1. Melaksanakan kewajiban, menghindari dosa besar 

Jika terkait ibadah wajib, maka mau tidak mau harus dilaksanakan, karena terdapat kaidah fiqih bahwa: “Meninggalkan Kewajiban Lebih Berat Dosanya Dibandingkan dengan Melakukan Larangan

Sahl bin Abdullah menuturkan:
“Meninggalkan perintah lebih berat dosanya di sisi Allah Ta’ala daripada melakukan larangan, karena Adam dilarang untuk memakan (buah) suatu pohon di surga namun dia memakannya, tetapi Allah ta’ala menerima taubat darinya. Sementara Iblis diperintah untuk bersujud kepada Adam namun dia tidak mau bersujud, dan Allah pun tidak mengampuninya.”

Penjelasan
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah, menjelaskan:
Hal ini merupakan permasalahan besar yang memiliki aspek penting yaitu bahwa meninggalkan perintah lebih berat dosanya di sisi Allah ta’ala daripada melakukan larangan. Dan yang demikian itu dilihat dari beberapa sisi:

Sisi pertama: adalah apa yang disebutkan oleh Sahl mengenai perkara Adam dan musuh Allah yaitu Iblis

Sisi kedua: bahwa dosa mengerjakan larangan secara umum sumbernya dalah hawa nafsu dan kebutuhan, sedangkan dosa meninggalkan perintah secara umum sumbernya adalah kesombongan dan berbangga diri. Dan tidak akan masuk surga orang yang ada dalam hatinya kesombongan sebesar biji sawi [HR. Muslim 91 dan 148] dan akan masuk surga orang yang mati di atas tauhid meskipun dia berzina dan mencuri. [Bukhari no.5388 dan Muslim no.94]

[Disalin dari Fawaa-idul Fawaa-id, hlm 215-231, tahqiq: Syaikh Ali Hasan al-Halabi. Daar Ibnul Jauzi, th.1424 H] {http://maktabahmanhajsalaf.blog.com/2012/10/30/meninggalkan-kewajiban-lebih-berat-dosanya-daripada-melakukan-larangan/}

Beberapa contohnya sebagai berikut:

1. Hukum orang yang meninggalkan 1 sholat saja karena malas diperselisihkan kekafirannya oleh para ulama, selengkapnya baca di https://abumuhammadblog.wordpress.com/2013/01/15/dosa-dosa-besar-yang-tidak-diketahui-dihiraukan-diperhatikan-kebanyakan-kaum-muslimin/

2. Dosa orang yang sengaja meninggalkan puasa di bulan romadhon tanpa udzur adalah “digantungkan tumit-tumitnya dan robek pipi-pipi mereka, mengalir darah dari pipi mereka” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullahu di dalam Shahihut Targhib wat Tarhib) [http://kaahil.wordpress.com/2011/08/15/dosa-besar-inilah-ancaman-bagi-yang-tidak-puasamembatalkan-puasa-dengan-sengaja-tanpa-ada-udzur-syari/]

3. Dosa orang yang tidak berzakat: “dibuatkan untuknya strika api yang dinyalakan di dalam neraka, lalu distrikakan ke perut, dahi, dan punggungnya” (HR. Muslim no. 987) [http://al-atsariyyah.com/dosa-orang-yang-tidak-mengeluarkan-zakat.html]; “…hartanya dijadikan untuknya menjadi seekor ular jantan aqra’ (yang kulit kepalanya rontok karena dikepalanya terkumpul banyak racun), yang berbusa dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Ular itu memegang [1] dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu berkata,’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’.” [HR Bukhari no. 1403] {http://almanhaj.or.id/content/2653/slash/0/ancaman-meninggalkan-zakat/}

Contoh lainnya, dapat dibaca buku Dosa-dosa Besar karya Imam Dzahabi yang dapat didownload/dilihat di:(http://shirotholmustaqim.files.wordpress.com/2009/11/imam-adz-dzahabi-dosa-dosa-besar.pdf)

 

2. Sedikitnya jatah waktu untuk beribadah

a. Hidup di dunia sangat singkat

Rasulullah shallahu ’alaihi wasallam pernah bersabda, artinya : “Usia umatku, enam puluh sampai tujuh puluh tahun” .(HR. Tirmidzi) [http://abdullah-syauqi.abatasa.com/post/detail/7241/berdaya-guna-untuk-islam]

Mengapa tidak kita manfaatkan hidup yang singkat ini untuk MEMPERBESAR peluang masuk surga?

Setidaknya, berakhlak baik dan bersilaturahim lah, agar umur kita bertambah.

“Barangsiapa ingin dilapangkan rejekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya menyambung (tali) silaturahminya.” (HR. al-Bukhori dan Muslim).

“Silaturahmi, berbudi mulia, dan ramah pada tetangga (dapat) mendirikan kabilah dan menambah umur.” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi).

Semoga kita dapat memperbanyak amalan dan termasuk ke dalam golongan yang disabdakan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling baik itu?” Beliau menjawab “Yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad). [http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2011/10/07/amalan-paling-ringan-berpahala-paling-besar/]

b. Terkadang waktu luang yang kita miliki terhalang oleh sakit, safar, musibah, dll

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الْفَرَاغُ وَالصِّحَّةُ

“Ada dua nikmat yang kebanyakan orang merugi padanya: waktu luang dan kesehatan.” (HR. Bukhâri).

Waktu luang adalah salah satu nikmat yang banyak dilalaikan oleh manusia. Maka Anda akan melihat mereka menyia-nyiakannya dan tidak mensyukurinya. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

اِغْتَنَمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Gunakanlah lima perkara sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang ajalmu.” (HR. Hâkim, dishahihkan oleh Al Albâni). (http://abiaqila.wordpress.com/2009/10/18/akibat-kata-nanti-nanti-dan-nanti/

Tentang panduan memanfaatkan waktu dapat dibaca di: https://abumuhammadblog.wordpress.com/2013/01/31/belajar-manajemen-waktu-1/ dan https://abumuhammadblog.wordpress.com/2013/02/01/belajar-manajemen-waktu-2/

Terus gimana dong, jika kita sedang terhalang sesuatu dan tidak bisa mengerjakan suatu ibadah, padahal kita sangat ingin melakukannya, apakah kita benar-benar terlewat untuk mendapatkan pahalanya?

Dalam fatwa islam (no. 146212) dinyatakan,

Orang yang memiliki udzur (alasan yang diterima) untuk tidak puasa, seperti wanita haid, nifas, orang sakit, atau musafir, sementara dia punya kebiasaan puasa di hari itu dan dia memiliki niat untuk melakukan puasa di hari itu, maka dia tetap mendapatkan pahala atas niatnya tersebut. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis riwayat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Apabila seorang hamba mengalami sakit atau safar (sehingga meninggalkan amalan sunah) maka dia tetap dicatat mendapatkan pahala sebagaimana amalan yang dia lakukan ketika mukim (tidak safar) atau ketika sehat.” (HR. Bukhari 2996).

Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan,

( كُتِبَ لَهُ مِثْل مَا كَانَ يَعْمَل مُقِيمًا صَحِيحًا ) وَهُوَ فِي حَقّ مَنْ كَانَ يَعْمَل طَاعَة فمُنِع مِنْهَا ، وَكَانَتْ نِيَّته ـ لَوْلَا الْمَانِع ـ أَنْ يَدُوم عَلَيْهَا

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Dia tetap dicatat mendapatkan pahala sebagaimana amalan yang dia lakukan ketika mukim dan sehat”

Ini berlaku untuk orang yang punya kebiasaan melakukan amal soleh, kemudian dia terhalangi untuk melakukannya, sementara dia berniat untuk tetap merutinkannya, andaikan tidak ada penghalang.  (Fathul Bari, 6/136). [http://www.konsultasisyariah.com/wanita-haid-tidak-perlu-qadha-puasa-asyura/#axzz2Q1inRb1J]

Jadi, syarat untuk mendapatkan pahala gratis ini adalah: 1biasa melakukannya; 2berniat untuk melakukannya, walaupun terhalang. Inilah buah istiqomah

 

3. Kita tidak mengetahui apakah kita akan masuk surga atau neraka, hanya Alloh ‘azza wa jalla yang tahu

Disebutkan dalam Shahihul Bukhari dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Tak seorangpun dari kamu kecuali telah tertulis tempatnya di surga atau tempatnya di neraka” Kemudian (sahabat) bertanya : “Ya Rasulullah, apakah kita tidak menyerah saja” (Dalam suatu riwayat disebutkan :’Apakah kita tidak menyerah saja pada catatan kita dan meninggalkan amal). Beliau menjawab : “Jangan, beramallah, setiap orang dipermudah (menuju takdirnya)”. (Dalam suatu riwayat disebutkan : “Beramallah, karena setiap orang dipermudah menuju sesuatu yang telah diciptakan untuknya”). Orang yang termasuk ahli kebahagian, maka dia dipermudah menuju perbuatan ahli kebahagiaan. Adapun orang yang termasuk ahli celaka, maka dia dipermudah menuju perbuatan ahli celaka”. Kemudian beliau membaca ayat : “Adapun orang yang memberi dan bertaqwa dan membenarkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju kemudahan. Adapun orang yang bakhil dan menumpuk kekayaan dan mebohongkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju kesulitan”.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin berkata:

“Dari hadits di atas, jelaslah bahwa Nabi melarang sikap menyerah pada catatan (takdir) dan meninggalkan beramal, karena tak ada peluang untuk mengetahuinya dan beliau menyuruh hamba untuk berbuat semampu mungkin, yang berupa amal. Beliau mengambil dalil dengan ayat yang menunjukkan bahwa orang yang beramal shalih dan beriman, amal dia akan dipermudah menuju kemudahan. Ini merupakan obat yang berharga dan mujarab, di mana seorang hamba akan mendapatkan puncak kesejahteraan dan kebahagiaannya dengan mendorong untuk beramal shalih yang dibangun di atas landasan iman dan dia akan bergembira dengannya karena ia akan didekatkan dengan taufiq menuju kemudahan di dunia dan akhirat.” [Al-Qadha’ wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin’ melalui perantaraan situs http://almanhaj.or.id/content/236/slash/0/segala-sesuatu-telah-ditentukan-dan-manusia-diberi-pilihan/]

Baca juga: http://muslim.or.id/aqidah/memahami-takdir-ilahi.html atau http://www.novieffendi.com/2011/11/kupas-tuntas-kitab-takdir.html

Jangan cepat puas juga ketika kita sudah merasa banyak amalnya, perhatikan hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا [رواه البخاري ومسلم]

Dari Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud radiallahu’anhu, beliau berkata: Kami diberitahu oleh Rasulullah dan beliau adalah orang yang juur lagi terpercaya – Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sesungguhnya telah disempurnakan penciptaan salah seorang dari kalian dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk sperma, kemudian dia menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus kepadanya malaikat, kemudian ditiupkan ruh kepadanya, lalu malaikat tersebut diperintahkan untuk menulis empat perkara; untuk menulis rizkinya, ajalnya dan amalannya dan nasibnya (setelah mati) apakah dia celaka atau bahagia. Demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Dia. Sesungguhnya salah seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya satu hasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga dia memasukinya. Dan salah seorang di antara kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli neraka, hingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya sehasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli surga hingga dia memasukinya. (HR Bukhari dan Muslim. Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Bid’ul Khalqi/3208/Fath]. Muslim di dalam [Al Qadar/2463/Abdul Baqi]). {http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/06/20/penjelasan-hadits-arbain-imam-an-nawawi-keempat-amalan-tergantung-dari-akhirnya/}

Ibnu Qayyib rahimahullah berkata di bukunya “ Al-Fawaid hal : 163 “ : “ Sementara keberadaan orang yang beramal seperti amalan ahli surga sampai antara dia dengan surga tinggal sejengkal dan didahului oleh ketetapan. Maka amalan seperti amalan ahli surga hanya menurut pandangan manusia saja. Kalau sekiranya dia beramal sholeh yang benar diterima masuk surga, maka Allah akan mencintai dan meredhoi tidak akan membatalkan amalan-amalannya. Perkataan (( Tidak tersisi antara dia dengan surga tinggal sejengkal )) ada masalah untuk mentakwilkannya. Dikatakan : ketika amalan itu tergantung dari akhirannya, dia tidak sabar terhadap amalannya sampai bisa menyelesaikannya. Akan tetapi ada cela tersimpan dan kecurangan di akhir umurnya. Sehingga cela tersebut menghianatinya ketika waktu dibutuhkan sekali. Maka dia kembali kepada kewajibannya dan beramal dengan amalannya, kalau sekiranya tidak ada cela dan kecurangan. Maka tidak akan membalikkan keimanannya. Allah mengetahui seluruh hamba-Nya yang mana tidak diketahui sebagian kepada sebagian lainnya “

Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata : “ Sesungguhnya hadits Ibnu Mas’ud ( sampai antara dia dengan surga kecuali sejengkal ), maksudnya bukan amalan yang menyampaikan dia ke tempat sampai tidak tersisi melainkan sejengkal. Karena kalau sekiranya dia beramal seperti amalan ahli surga secara benar dari pertama kali. Allah tidak akan menghinakannya. Karena Allah Maha Dermawan terhadap hamba-Nya. Hamba yang menuju kepada Allah tidak tersisa masuk surga melainkan sejengkal kemudian Allah menghalanginya ??. Ini mustahil terjadi. Akan tetapi maksudnya adalah dia beramal seperti amalan ahli surga menurut pandangan manusia. Sampai ketika sudah tidak ada lagi tinggal ajal yang menjemputnya, hatinya berpaling. Kami berlindung kejelekan kepada Allah – kami memohon kepada Allah kebaikan – ini maksud hadits Ibnu Mas’ud. Jadi tidak tersisa antara dia dengan surga tinggal sejengkal berkaitan dengan ajalnya. Karena memang asalnya dia tidak beramal seperti amalan ahli surga – kami berlindung kepada Allah dari hal tersebut, kami memohon jangan sampai hati kita berpaling – dia beramal tapi dalam hatinya perangai jelek yang disimpan sampai tidak tersisi melainkan sejengkal lagi dan dia mati“ (Liqa’ Syahri : 13 / 14)  [http://islamqa.info/id/ref/96989]

Oleh karena itu, selain kita harus beristiqomah dalam beramal, kita juga dituntut untuk beramal di atas ilmu agar amal kita mencocoki apa yang disyariatkan oleh islam. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk senantiasa menjauhi bid’ah agar tidak termasuk ke dalam ancaman hadits di atas.

 

Bersambung ke: 11 Alasan Mengapa Kita Harus Memperbanyak Beramal Sholih (2)

2 comments on “11 Alasan Mengapa Kita Harus Memperbanyak Beramal Sholih (1)

Leave a comment