Gallery

Koreksi Kesalahan Seputar Dzikir Setelah Sholat (6) [Apa Salahnya Berdoa dengan Mengangkat Tangan?-1]

Artikel Sebelumnya di: Koreksi Kesalahan Seputar Dzikir Setelah Sholat (5) [Masalah Biji Tasbih – 2]

 

D. Hukum Berdoa dengan Mengangkat Tangan Setelah Berdzikir Setelah Sholat

hanifatunnisaa.wordpress.com/

hanifatunnisaa.wordpress.com/

Karena pembahasan masalah ini mencakup 2 permasalahan, yakni hukum berdoa setelah sholat dan bolehkah disertai dengan mengangkat tangan, maka mari kita bahas satu persatu

1. Hukum berdoa setelah sholat

Pangkal perselisihan pendapat tentang apakah ada doa setelah sholat yaitu tentang pemaknaan kata ‘duburush sholat’, sebagaimana akan kita lihat di hadits-hadits yang akan kami sertakan. Ada yang berpendapat akhir shalat sebelum salam, dan yang lain berpendapat seusai shalat setelah salam. Berikut pembahasannya:

a. Pendapat pertama: akhir shalat sebelum salam

Para ulama yang memegang pendapat ini mengatakan bahwa perkataan ‘akhir dari sesuatu’ (duburusy-syai’) masih merupakan bagian dari sesuatu itu. Ini adalah makna asal (Lihat fatwa Syaikh Bin Baz di: http://www.binbaz.org.sa/mat/21121]). Dalil mereka dalam hal ini antara lain :

1).      Hadits Mu’aadz bin Jabal radliyallaahu ‘anhu.

 عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ، وَقَالَ: ” يَا مُعَاذُ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فَقَالَ: أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ 

Dari Mu’aadz bin Jabal : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda memegang tangannya dan bersabda : “Wahai Mu’aadz, demi Allah sungguh aku mencintaimu, demi Allah sungguh aku mencintaimu. Aku akan berwasiat kepadamu wahai Mu’aadz. Janganlah engkau tinggalkan doa di akhir setiap shalat (fii duburi kulli shalaah). Bacalah : Allaahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik (Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri-Mu, dan ibadah kepada-Mu dengan baik)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1522; shahih].

Kalimat fii duburi kulli shalaah dalam riwayat lain dijelaskan masih merupakan bagian dari shalat itu sendiri :

 عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ: أَخَذَ بِيَدِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ” إِنِّي لَأُحِبُّكَ يَا مُعَاذُ “، فَقُلْتُ: وَأَنَا أُحِبُّكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” فَلَا تَدَعْ أَنْ تَقُولَ فِي كُلِّ صَلَاةٍ: رَبِّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Dari Mu’aadz bin Jabal, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memegang tanganku lalu bersabda : “Sungguh aku mencintaimu wahai Mu’aadz”. Aku berkata : “Sungguh, aku pun mencintaimu wahai Rasulullah”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah engkau tinggalkan untuk berdoa di setiap shalat : ‘Rabbi a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘abaadatik (Wahai Rabbku, tolonglah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri-Mu, dan ibadah kepada-Mu dengan baik)” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1303; shahih].

2).      Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ: ” اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ، وَمَنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمَنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di akhir setiap shalat : “Allaahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabin-naar wa ‘adzaabil-qabri, wa min fitnatil-mahyaa wal-mamaati, wa min syarril-masiihid-dajjaal (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ‘adzab neraka dan ‘adzab kubur. Dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan sesudah mati, serta kejahatan Al-Masiih Ad-Dajjaal)” [Diriwayatkan oleh Abu ‘Awaanah dalam Al-Mustakhraj no. 2078; shahih].

Kalimat fii duburi kulli shalaah dalam riwayat lain disebutkan setelah bacaan tasyahud, masih dalam shalat :

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: مَا صَلَّى نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعًا أَوِ اثْنَتَيْنِ، إِلا سَمِعْتُهُ يَدْعُو: ” اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الصَّدْرِ، وَسُوءِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Tidaklah Nabiyullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat empat raka’at atau dua raka’at kecuali aku mendengar beliau berdoa : “Allaahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabin-naar wa min ‘adzaabil-qabri, wa min fitnaish-shadr, wa suuil-mahyaa wal-mamaati (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka, adzab kubur, fitnah hati, dan kejelekan kehidupan dan sesudah mati)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 1002; shahih].

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ، فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ، يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila salah seorang di antara kalian telah bertasyahud, maka berlindunglah kepada Allah atas empat hal. Bacalah : Allaahumma inni a’uudzubika min ‘adzaabi jahannama wa min ‘adzaabil-qabri, wa min fitnatil-mahyaa wal-mamaati, wa min syarri fitnatil-masiihid-dajjaal (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam,adzab kubur, fitnah kehidupan dan sesudah mati, serta kejelekan fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 588].

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimiin berkata menukil perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahumallah:

Dubur dari sesuatu merupakan bagian darinya, seperti dubur hewan. Sesungguhnya hewan mempunyai dubur, dan dubur-nya ada pada tubuh hewan itu sendiri. Begitu pula dengan dubur shalat, merupakan bagian dari shalat. Apabila Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam membimbing kita untuk berdoa setelah tasyahud, maka doa yang ditaqyid dengan ‘dubur’, tempatnya adalah sebelum salam di akhir shalat. Adapun setelah shalat, yang ada adalah dzikir….” [Asy-Syarhul-Mumti’, 3/62 – via Syamilah].

 

b. Pendapat kedua: seusai shalat setelah salam.

Para ulama yang berpegang pada pendapat ini berdalil dengan banyak dalil, di antaranya :

1).      Hadits Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhumaa.

 عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قَالَ: كَتَبَ الْمُغِيرَةُ: إِلَى مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ: أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا سَلَّمَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ “

Dari Warraad maula Al-Mughiirah bin Syu’bah : Al-Mughiirah pernah menulis surat kepada Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di akhir setiap shalat apabila selesai salam : Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul-mulku walahul-hamdu wahuwa ‘alaa kulli syain-qadiir. Allaahumma laa maani’a limaa a’thaita walaa mu’thiya limaa mana’ta, walaa yanfa’u dzal-jaddi minkal-jaddu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6330].

2).      Hadits Sa’d bin Abi Waqqaash radliyallaahu ‘anhu.

 حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ مَيْمُونٍ الْأَوْدِيَّ، قَالَ: كَانَ سَعْدٌ يُعَلِّمُ بَنِيهِ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ كَمَا يُعَلِّمُ الْمُعَلِّمُ الْغِلْمَانَ الْكِتَابَةَ، وَيَقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْهُنَّ دُبُرَ الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ “، فَحَدَّثْتُ بِهِ مُصْعَبًا فَصَدَّقَهُ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Malik bin ‘Umair : Aku mendengar ‘Amru bin Maimuun Al-Audiy, ia berkata : “Sa’d biasa mengajari anak-anaknya dengan kalimat-kalimat itu sebagaimana seorang pengajar mengajari anak-anak kecil menulis. Ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berta’awwudz dengannya pada akhir shalat : ‘Allaahumma innii a’uudzubika minal-jubni wa a’uudzubika an uradda ilaa ardzalil-‘umuri, wa a’uudzubika min fitnatid-dun-yaa wa a’uudzubika min ‘adzaabil-qabri (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut, aku berlindung kepada-Mu kepada serendah-rendahnya usia (pikun), aku berpindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung berlindung kepada-Mu dari adzab kubur)’. Lalu aku menceritakannya kepada Mush’ab, lalu ia membenarkannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2822].

Dalam riwayat Ibnu Hibbaan rahimahullah dijelaskan maknanya :

 عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، وَعَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الأَوْدِيِّ، قَالا: كَانَ سَعْدٌ يُعَلِّمُ بَنِيهِ هَؤُلاءِ الْكَلِمَاتِ كَمَا يُعَلِّمُ الْمَكْتَبُ الْغِلْمَانَ، يَقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَكَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ بَعْدَ كُلِّ صَلاةٍ: ” اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ “

Dari ‘Abdul-Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’d dan ‘Amru bin Maimuun Al-Audiy, mereka berdua berkata : Sa’d biasa mengajari anak-anaknya dengan kalimat-kalimat itu sebagaimana seorang juru tulis mengajari anak-anak kecil menulis. Ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berta’awwudz dengannya setelah shalat : ‘Allaahumma innii a’uudzubika minal-bukhli wa a’uudzubika minal-jubni wa a’uudzubika min an uradda ilaa ardzalil-‘umuri, wa a’uudzubika min fitnatid-dun-yaa wa a’uudzubika min ‘adzaabil-qabri (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebakhilan, aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut, aku berlindung kepada-Mu kepada serendah-rendahnya usia (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku berlindung berlindung kepada-Mu dari adzab kubur)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 2024].

3).      Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ، قَالَ: ” كَيْفَ ذَاكَ؟ ” قَالُوا: صَلَّوْا كَمَا صَلَّيْنَا، وَجَاهَدُوا كَمَا جَاهَدْنَا، وَأَنْفَقُوا مِنْ فُضُولِ أَمْوَالِهِمْ وَلَيْسَتْ لَنَا أَمْوَالٌ، قَالَ: ” أَفَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، وَتَسْبِقُونَ مَنْ جَاءَ بَعْدَكُمْ، وَلَا يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ مَا جِئْتُمْ بِهِ، إِلَّا مَنْ جَاءَ بِمِثْلِهِ، تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا، وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا، وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا “

Dari Abu Hurairah : Mereka berkata : “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya : “Maksudnya ?”. Mereka menjawab : “Mereka (orang-orang kaya) shalat sebagaimana kami shalat, berjihad sebagaimana kami berjihad, dan mereka bersedekah dari kelebihan harta mereka namun kami tidak mempunyai harta untuk dishadaqahkan (seperti mereka)”. Beliau menjawab : “Maukah aku khabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul (kebaikan) orang-orang sebelum kalian, dan mendahului (kebaikan) orang-orang sesudah kalian. Tidak ada seorang pun yang datang dengan kebaikan semisal kebaikan yang kalian lakukan, kecuali mereka berbuat berbuat semisal kalian?. Hendaklah kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir pada akhir setiap shalat sebanyak sepuluh kali” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6329].

Telah menjadi kesepakatan bahwa dzikir ini dibaca setiap selesai shalat setelah salam, bukan dalam shalat sebelum salam.

Ash-Shan’aniy rahimahullah berkata :

“Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘duburush-shalaah’ dalam hadits ini [HR.  Ibnu Hibbaan di poin 2).] dan yang sebelumnya [Hadits Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan di pin 1).] mungkin maksudnya adalah sebelum selesai shalat, karena dubur hewan adalah termasuk darinya. Pendapat inilah yang dipegang oleh sebagian imam hadits. Dan mungkin juga maksudnya adalah setelah selesai shalat, dan itulah yang lebih dekat dengan kebenaran” [Subulus-Salaam, 1/197].

Melihat dalil-dalil yang dibawakan oleh kedua pendapat di atas, makna duburush-shalaah memang dapat dibawa kepada makna sebelum salam atau setelah salam seusai shalat, dengan perincian sebagai berikut :

1).     Doa dalam nash yang disunnahkan dibaca pada duburush-shalaah (akhir shalat), maka maknanya adalah sebelum salam. Ini sesuai dengan makna makna asal sebagaimana disebutkan di atas.

Ini selaras dengan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang anjuran berdoa setelah bacaan tahiyyat :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ الْأَعْمَشِ، حَدَّثَنِي شَقِيقٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلَاةِ قُلْنَا: السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ مِنْ عِبَادِهِ، السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ، وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمْ أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ فِي السَّمَاءِ أَوْ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو “

Telah menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Al-A’masy : Telah menceritakan kepadaku Syaqiiq, dari ‘Abdullah, ia berkata : Dulu, kami apabila bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat (berjama’ah), kami berkata : ‘Assalaamu ‘alallaah min ‘ibaadihi, assalaamu ‘alaa Fulaan wa Fulaan (Semoga kesejahteraan terlimpah kepada Allah dari para hamba-Nya. Dan semoga kesejahteraan terlimpah kepada Fulan dan Fulan)’’. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jangan kalian mengucapkan ‘assalaamu ‘alallaah’, karena Allah adalah As-Salaam. Akan tetapi ucapkanlah : At-tahiyyaatu lillaahi wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shaalihiin. Apabila engkau mengucapkannya, maka salammu itu mengenai semua hamba yang ada di langit atau antara langit dan bumi. (Kemudian lanjutkan dengan membaca) Asyhadu an-laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.Kemudian hendaknya ia memilih doa yang paling senangi, lalu berdoa dengannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 835].

Hadits ini menjadi syahid bahwa membaca doa-doa itu dilakukan setelah bacaan at-tahiyyaat sebelum salam.

2).     Dikecualikan dari point 1).; jika ada keterangan nash yang menyebutkan dengan lafadh duburush-shalaah dan dijelaskan bahwa ia dibaca seusai shalat setelah salam; maka doa itu dibaca seusai shalat. Contohnya seperti hadits Sa’d bin Abi Waqqaash radliyallaahu ‘anhu di atas (yang dibawakan oleh pendapat kedua). Contoh lain :

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مُوسَى بْنِ أَبِي عَائِشَةَ، عَنْ مَوْلًى لِأُمِّ سَلَمَةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ الْفَجْرِ: ” اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا “

Telah menceritakan kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Muusaa bin Abi ‘Aaisyah, dari maulaa Ummu Salamah, dari Ummu Salamah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca doa pada akhir shalat Shubuh (dubur al-fajr) : “Allaahumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa ‘amalan mutaqabbalan, wa rizqan thayyiban” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 6/294; sanadnya lemah karena jahalah maula Ummu Salamah – akan tetapi ia dikuatkan oleh riwayat di bawah].

Dalam riwayat lain disebutkan makna duburul-fajr adalah setelah selesai shalat Fajr/Shubuh :

أَخْبَرَنِي الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُفَيْرٍ الأَنْصَارِيُّ بِبَغْدَادَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَامِرٍ الأَصْبَهَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ النُّعْمَانِ، يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ السَّلامِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بَعْدَ صَلاةِ الْفَجْرِ: ” اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رِزْقًا طَيِّبًا، وَعِلْمًا نَافِعًا، وَعَمَلا مُتَقَبَّلا “

Telah mengkhabarkan kepadaku Al-Husain bin Muhammad bin ‘Ufair Al-Anshaariy di Baghdaad, Abu ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin ‘Aamir Al-Ashbahaaniy : Telah menceritakan kepada kami ayahku, dari An-Nu’maan, yaitu Ibnu ‘Abdis-Salaam, dari Sufyaan, dari Manshuur, dari Asy-Sya’biy, dari Ummu Salamah, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca setelah shalat Shubuh : “Allaahumma innii as-aluka rizqan thayyiban, wa ‘ilman naafi’an, wa ‘amalan mutaqabbalan” [Diriwayatkan oleh Abu Bakr Al-Ismaa’iiliy dalam Mu’jam-nya 2/624; shahih].

Dan yang lainnya.

3).      Bacaan dzikir dalam nash yang disunnahkan dibaca pada duburush-shalaah (akhir shalat), maka maknanya adalah setelah salam. Seperti misal membaca istighfar, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan yang semisalnya. Ini sesuai dengan firman Allahta’ala :

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat-(mu), maka berdzikirlah kepada Allah” [QS. An-Nisaa’ : 103]. [http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/03/berdoa-sebelum-atau-setelah-salam-makna.html]

Bagaimana dengan sebagian pendapat yang mengatakan bahwa doa setelah sholat adalah bid’ah atau tidak disyariatkan? Ini pun harus disikapi dengan hati-hati, karena:

Pertama, di atas telah disebutkan contoh doa yang diucapkan setelah salam berdasarkan hadits-hadits yang shahih.

Kedua, para ulama dan imam telah membuat satu bab tersendiri dalam kitab mereka dengan judul doa setelah shalat. Misalnya : Al-Imaam Al-Bukhaariy dalam Shahiih-nya yang membuat bab berjudul [الدعاء بعد الصلاة] = ‘Doa setelah shalat’. Begitu juga Ibnu Hibbaan dalam Al-Mawaarid. Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa membuat bab berjudul : al-qaulu fii adbaarish-shalawaat (ucapan/perkataan di akhir shalat), yang kemudian menyebutkan beberapa dzikir dan doa. Dan yang lainnya. (http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/03/berdoa-sebelum-atau-setelah-salam-makna.html). Baca juga ucapan para ‘ulama (seperti: Ibnu Hajar dan Al Mubarakfuri) yang menetapkan adanya doa setelah sholat di: http://www.ustadzfarid.com/2011/10/menengadahkan-tangan-ketika-berdoa.html

Sehingga, dalam masalah ini pun, jika kita memihak kepada pendapat yang mengatakan bahwa doa setelah sholat adalah tidak disyariatkan, yang ada hanyalah dzikir (sebagaimana pendapat Imam Ibnul Qayyim, Syaikh ‘Utsaimin, dan lain-lain yang bisa dilihat di: http://www.ustadzfarid.com/2011/10/menengadahkan-tangan-ketika-berdoa.html), maka kita harus bertoleransi dan tidak boleh memaksakannya kepada saudara kita yang tidak berpendapat sebaliknya, karena hal ini masih dalam lingkup khilafiyah ijtihadiyah. Wallohu a’lam

Sehingga, jika seseorang ingin berdoa sesudah salam dibolehkan setelah berdzikir, namun tidak dengan mengangkat tangan. Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/178) mengatakan :

“Begitu pula berdo’a sesudah shalat lima waktu setelah selesai berdzikir, maka tidak terlarang untuk berdo’a ketika itu karena terdapat hadits yang menunjukkan hal ini. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak perlu mengangkat tangan ketika itu. Alasannya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian. Wajib bagi setiap muslim senantiasa untuk berpedoman pada Al Kitab dan As Sunnah dalam setiap keadaan dan berhati-hati dalam menyelisihi keduanya. Wallahu waliyyut taufik.

Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menganjurkannya sebagaimana yang dinukil oleh Syaikh Ali Basam dalam Tawdihul Ahkam (1/776-777). Syaikhul Islam –rahimahullah- mengatakan :

“Dianjurkan bagi setiap hamba sesudah shalat dan setelah membaca dzikir semacam istigfar, tahlil, tasbih, tahmid dan takbir, lalu dia bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia boleh berdo’a sesuai yang dia inginkan. Karena berdo’a sesudah melakukan aktivitas ibadah semacam ini adalah waktu yang tepat untuk terkabulnya do’a, apalagi sesudah berdzikir kepada-Nya dan menyanjung-Nya, juga setelah bershalawat kepada Nabi-Nya. Ini adalah sebab yang sangat ampuh untuk tercapainya manfaat dan tertolaknya mudhorot (bahaya). ” (http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3059-mengupas-hukum-berdoa-sesudah-shalat.html)

Akan tetapi, sebagai tindakan hati-hati, sebaiknya kita merutinkan doa di akhir sholat sebelum salam, dan mencukupkan setelah salam dengan berdzikir, karena:

1). Lihat kembali perincian poin 1) s.d. 3) di atas, terutama hadits:

Dari ‘Abdullah, ia berkata : Dulu, kami apabila bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat (berjama’ah), kami berkata : ‘Assalaamu ‘alallaah min ‘ibaadihi, assalaamu ‘alaa Fulaan wa Fulaan (Semoga kesejahteraan terlimpah kepada Allah dari para hamba-Nya. Dan semoga kesejahteraan terlimpah kepada Fulan dan Fulan)’’. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jangan kalian mengucapkan ‘assalaamu ‘alallaah’, karena Allah adalah As-Salaam. Akan tetapi ucapkanlah : At-tahiyyaatu lillaahi wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shaalihiin. Apabila engkau mengucapkannya, maka salammu itu mengenai semua hamba yang ada di langit atau antara langit dan bumi. (Kemudian lanjutkan dengan membaca) Asyhadu an-laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh. Kemudian hendaknya ia memilih doa yang paling senangi, lalu berdoa dengannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 835]. (http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/03/berdoa-sebelum-atau-setelah-salam-makna.html)

Yang mana hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa doa masalah (bukan doa ibadah / doa khusus yang sudah disyariatkan dengan lafal-lafalnya) dilakukan sebelum salam. Sekali lagi doa masalah (terserah maunya kita) boleh dilakukan setelah sholat sesuai dengan syariat berdoa kapan pun, tetapi hindarilah untuk merutinkannya, sebagai langkah kehati-hatian, karena tidak adanya nukilan dari Nabi -Shalallahu alaihi wa salam secara khusus akan hal ini. Wallohu a’lam.

2). Jika kita berada dalam shalat, maka berarti kita sedang bermunajat kepada Rabbmu. Jika telah selesai mengucapkan salam, berakhir pula munajat tersebut. Lalu manakah yang lebih afdhol (lebih utama), apakah meminta pada Allah ketika bermunajat kepada-Nya ataukah setelah engkau berpaling (selesai) dari shalat? Jawabannya, tentu yang pertama yaitu ketika kita sedang bermunajat kepada Rabbmu. (http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3068-sekali-lagi-tentang-hukum-berdoa-sesudah-shalat.html) Lihat fatwa Syaikh Utsaimin terkait ucapan ini di situs tersebut

 

Bersambung ke: Koreksi Kesalahan Seputar Dzikir Setelah Sholat (7) [Apa Salahnya Berdoa dengan Mengangkat Tangan?-2]

Leave a comment