Gallery

Benar-benar Singa yang Baik Hati…

123rf.com

123rf.com

singa017

Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 5 Th. ke-12, Dzulhijjah 1433 H / September – Oktober 2012

Tambahan:

A. Hukum Takut Kepada Selain Alloh

Macam-Macam Takut

Para ulama telah membagi jenis takut menjadi beberapa bagian, di antara mereka ada yang membagi lima, empat, dan ada yang membagi menjadi tiga, yaitu:

Pertama, takut yang bersifat ibadah.
Yaitu takut yang diiringi dengan penghinaan diri, pengagungan, dan ketundukan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Kedua, takut yang termasuk syirik
Takut yang termasuk syirik yaitu memberikan takut ibadah tersebut kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala. Barang siapa memberikannya kepada selain Allah  Subhanahu wa ta’ala, berarti dia telah melakukan kesyirikan yang besar, seperti memberikannya kepada orang mati, dukun-dukun, atau wali-wali yang dianggap bisa memberikan manfaat dan mudarat, dsb.
Perbuatan ini akan mengekalkan pelakunya di dalam neraka, mengeluarkannya dari Islam, dan menghalalkan darah serta hartanya.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Janganlah kalian takut kepada manusia dan takutlah kalian kepada-Ku.” (al-Ma’idah: 44)

Ketiga, takut tabiat.
Yaitu takut kepada hal-hal yang bisa membahayakan jiwa seseorang, seperti takut kepada musuh, binatang buas, api, dan sebagainya. Takut jenis ini dibolehkan selama tidak melampaui batas. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman menceritakan kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam:

“Dia keluar dari negerinya dalam keadaan takut yang sangat.” (al-Qashash: 21)

Pertanyaannya, bagaimana hukumnya takut kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala?

Jawabannya harus dirinci. Jika takut kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala menyebabkan seseorang menghinakan diri di hadapannya (selain Allah Subhanahu wa ta’ala tersebut) dan mengagungkannya maka ini termasuk syirik. Jika ketakutannya itu menyebabkan ia melakukan yang diharamkan dan meninggalkan kewajiban maka takut ini termasuk maksiat dan berdosa. Jika takutnya adalah takut tabiat seperti takut pada air deras yang bisa menghanyutkan dirinya, harta atau anaknya, takut yang demikian itu adalah boleh. (http://asysyariah.com/takutlah-kepada-allah.html)

Baca juga: http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/11/27/bentuk-syirik-di-sekitar-kita-2-cinta-takut-harapan-tawakal-dan-taat-kepada-selain-allah/ dan http://rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com/5jendela-risalah/kenapa-harus-takut/

 

B. Najiskah Air Liur Binatang Buas?

Semoga sedikit penjelasan tentang bekas makanan dan minuman hewan berikut bisa mewakili:

Ibnul Mundzir rohimahulloh berkata: “Seluruh ahlul ilmi yang kami hafal berpandangan bahwa bekas makanan/minuman hewan yang dimakan dagingnya itu suci. Di antara yang kami hafal berpendapat demikian ini adalah Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i, Ahmad dan Ishaq. Ini merupakan pendapat ahlul Madinah dan ashabur ra`yi dari ahlul Kufah” (Al-Ausath 1/313). Bahkan dinukilkan dari beliau adanya ijma’ (kesepakatan) dalam masalah ini.

Adapun hewan yang tidak dimakan dagingnya diperselisihkan oleh ahlul ilmi. Namun kebanyakan mereka, di antaranya Al-Imam Asy-Syafi‘i dan Malik, berpendapat sucinya bekas makanan/ minuman tersebut. Dan pendapat ini yang rajih, dengan alasan bahwasanya secara umum sulit untuk menghindar dari hewan-hewan ini, karena bejana-bejana milik penduduk di pedesaan terbuka sehingga didatangi oleh hewan-hewan liar ini dan minum darinya. Seandainya kita mengharuskan mereka untuk menumpahkan air tersebut dan mewajibkan mereka untuk mencuci bejana bekas jilatan hewan tersebut niscaya hal itu menyulitkan mereka. (Asy-Syarhul Mumti’, 1/396)
Pendapat ini berpegang dengan hukum asal, karena sesuatu itu dihukumi suci selama tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya (bau, warna, atau rasa). (http://asysyariah.com/hukum-asal-segala-sesuatu-itu-suci-bagian-2.html)

Di sumber lain: Air liur/ sisa minum semua hewan selain anjing dan babi adalah suci. Ini adalah pendapat al-Imam Malik, asy-Syafi’i dan riwayat dari al-Imam Ahmad. Demikian juga Fatwa al-Lajnah adDaaimah (fatwa nomor 8052). (http://www.salafy.or.id/najis-dan-cara-menghilangkannya-bag-2/)

Ada juga yang mempersyaratkan bahwa syarat suci bekas jilatan binatang buas adalah jika air yang dijilat tersebut mencapai dua kulah, bisa dilihat di http://muslimah.or.id/fikih/macam-macam-najis-dan-cara-membersihkannya-4-babi-bangkai-dan-suru.html atau http://abuayaz.blogspot.com/2010/10/benda-benda-najis-disekitar-kita.html

Adapun yang berpendapat bekas jilatan binatang buas adalah najis, tetapi mengecualikan kucing, bisa dilihat di http://mahadilmi.wordpress.com/2012/09/27/mengenal-macam-macam-najis/

 

C. Kisah Singa lain yang “Mengerti” dan Penuh Hormat

Safinah Abu Abdurroham rodhiyallohu ‘anhu, salah seorang sahabat Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam, pernah bercerita:

“Saya berlayar menaiki perahu, tiba-tiba perahu itu terbelah, maka saya segera menaiki potongan kayu sehingga saya terdampa di sarang Singa. Pada saat itu, seekor singa menginginkan saya, lalu saya katakan kepadanya, ‘Wahai Abul Harits (Singa), saya adalah budak yang dimerdekakan Rosululloh  sholallohu ‘alaihi wa sallam. ‘Mendengar ucapanku, keanehan pun terjadi. Singa itu kemudian menundukkan kepalanya lalu mendekatiku dan membawaku keluar dari rimba tersebut. Tak hanya itu, bahkan singa tersebut menunjukkan kepadaku jalan umum dan mengaum seakan-akan mengucapkan selamat tinggal kepadaku. Itulah akhir perjumpaanku dengannya.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 7/94, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 3/606, Al-Baihaq dalam I’tiqad hlm. 202 dengan sanad hasan. Lihat Tahdzibul Kamal 7/388 oleh Al-Mizzi dan Iqadhul Himam hlm. 282 oleh Salim Al-Hilali)

Di antara fadah kisah ini adalah salah satu bukti bahwa Alloh jalla wa a’la akan menjaga orang-orang yang menjaga syariat-Nya ketika dalam kondisi yang mencekam. Kisah ini adalah keajaiban Alloh jalla wa a’la dalam menjaga hamba-Nya yang menjaga syariat-Nya, karena tabiat Singa adalah menyakiti manusia, tetapi Alloh jalla wa a’la mengubahnya dengan menjaga sebagian hamba-Nya. (Nurul Iqtibas fi Misykatin Nabi li Ibni Abbas 3/103 – Majmu Rasail Ibnu Rajab)

(Dari majalah Al-Furqon Edisi 8 th. ke-12)

 

Wallohu A’lam. Semoga Sholawat dan Salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat.

 

 

Abu Muhammad

Palembang, 5 Robi’ul Awwal 1434 H / 17 Januari 2013

Leave a comment