Gallery

Ini Ustadz, Kyai, Wali, atau Dukun? (7) [Hukuman Untuk Si Dukun]

 Artikel sebelumnya di: Ini Ustadz, Kyai, Wali, atau Dukun? (6) [Hukum Mendatangi/Bertanya kepada Dukun]

 

news.liputan6.com

news.liputan6.com

 

F.      Hukuman Untuk Si Dukun

Kafirnya si Dukun

Telah shahih dari Rasulullah Sholallohu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

اِجْتَنِبُوْا السَّبْعَ اْلمُوْبِقَاتِ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ

الْيَتِيْمِ وَالتَّوَليِّ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ اْلمُحْصَنَاتِ اْلمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ

“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu?” Beliau menjawab, “Menyeku-tukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada saat perang berkecamuk, dan menuduh wanita yang memelihara diri, beriman lagi lalai (tidak pernah terlintas dihatinya untuk berzina).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ini menunjukkan besarnya dosa sihir, karena Allah mengiringkannya dengan syirik. Dia mengabarkan bahwa sihir termasuk perkara yang membinasakan dan sihir adalah kekafiran. Karena seseorang tidak sampai kepadanya kecuali dengan jalan kekafiran, sebagaimana firmanNya,

“Keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.’” (Al-Baqarah: 102). (http://www.alsofwa.com/4820/948-fatwa-hukum-mendatangi-bertanya-dan-mempercayai-para-dukun-dan-sejenisnya.html)

Ayat di atas merupakan dalil tentang kafirnya para dukun.

Secara akal, jika mendatangi dukun bisa menyeret kepada kekafiran, sebagaimana penjelasan sebelumnya (baca kembali hadits Abu Hurairah di atas), maka dukun yang mengetahui ilmu ghaib pun dihukumi kafir.

Al-Imam Ibnu Abil ‘Izzi mengatakan: “Kalau demikian keadaan orang yang mendatanginya lalu bagaimana tentang orang yang ditanya/didatangi (yaitu dukun)?” (Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 341) [http://asysyariah.com/awas-dukun-tukang-ramal-penciduk-agama-dan-harta-bagian-1.html]

Lafadz kafirnya dukun juga bisa dijumpai dalam riwayat Imran bin Hushain radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Bukan dari golongan kami orang yang meramal nasib dan yang minta diramalkan, orang yang melakukan praktek perdukunan dan yang memanfaatkan jasa perdukunan, yang melakukan praktek sihir (tenung) atau yang memanfaatkan jasa sihir (minta ditenungkan). Dan barangsiapa mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Al-Bazzar dengan sanad Jayyid). [http://www.voa-islam.com/islamia/aqidah/2010/11/27/12004/hukum-mendatangi-dan-memanfaatkan-jasa-paranormal/]

Dalil ini (Shahih Targhib wa Tarhib, 3044) menunjukkan bahwa dukun dan tukang sihir dihukumi kafir, karena mereka telah berani mengaku mengetahui ilmu gaib, padahal perbuatan itu merupakan kekafiran. Demikian juga orang yang membenarkan perbuatan mereka dan meyakini apa yang mereka ucapkan dan meridhai perbuatan tersebut maka hal itu juga termasuk kekafiran, demikian papar Syaikh Aburrahman bin Hasan (Fath al-Majid, hal. 268). [http://abumushlih.com/membongkar-kedustaan-wali-syaitan.html/]

 

Perdukunan adalah termasuk kemungkaran

Maka tidak ragu lagi bahwa perdukunan adalah kemungkara, bahkan kemungkaran terbesar, karena kesyirikan adalah dosa yang terbesar.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahberkata, “Kemungkaran itu adalah segala hal yang diingkari oleh syari’at. Yaitu segala perkara yang diharamkan oleh Allah ‘azza wa jalla dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ta’liq Arba’in beliau, sebagaimana dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 236).

Bahkan, ia termasuk kemungkaran yang paling berat, karena ia tergolong dalam kemusyrikan (QS. Luqman: 13) yang dosanya tidak terampuni (QS. An-Nisa: 48).

Oleh karena itu, maka pihak berwenang wajib memberantas praktek perdukunan. Karena membiarkan hal itu berarti membiarkan kemungkaran merajalela. Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah hal itu dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu untuk itu maka cukup dengan hatinya, dan itu merupakan keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim[2/103]) {http://abumushlih.com/membongkar-kedustaan-wali-syaitan.html/}

news.liputan6.com

news.liputan6.com

 

Bagaimana memberantas kemungkaran dukun?

Mari kita telaah dahulu bagaimana praktik Rosululloh dan para sahabat dalam menumpas para dukun.

Diriwayatkan dari Jundab, Rasulullah bersabda:

حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ

“Hukuman bagi tukang sihir ialah dipenggal lehernya dengan pedang.” (HR.  Tirmidzi)

Dan dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan dari Bajalah bin ‘Abdah, ia berkata: “Umar bin Khaththab telah menetapkan perintah, yaitu bunuhlah tukang sihir laki-laki maupun perempuan.”. Selanjutnnya Bajalah mengatakan:“Maka kamipun melaksanakan hukuman mati terhadap tiga tukang sihir perempuan.” (HR. al-Bukhari)

Dan diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa Hafshah telah memerintahkan agar seorang budak perempuan miliknya yang telah menyihirnya dihukum mati, maka dilaksanakanlah hukuman tersebut terhadap budak perempuan itu.

Imam Ahmad mengatakan, bahwa hukuman mati terhadap tukang sihir telah dilakukan oleh tiga orang shahabat Nabi, yaitu Umar, Hafshah, dan Jundab sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits shahih. (http://www.alsofwa.com/2872/339-analisa-hukum-orang-yang-mengaku-mengetahui-hal-hal-ghaib.html)

Adapun pemerintah yang mempunyai kekuasaaan, maka wajib memberantasnya dengan kekuatan!

Ibnu Abi ‘Izzi mengatakan: “Wajib bagi pemerintah dan orang yang memiliki kesanggupan untuk melenyapkan para dukun dan tukang ramal serta permainan-permainan sihir sejenisnya seperti menggunakan garis di tanah atau dengan kerikil atau undian. Dan mencegah mereka untuk duduk-duduk di jalan dan memperingatkan mereka supaya jangan masuk ke rumah-rumah orang. Cukuplah bagi orang yang mengetahui keharamannya lalu dia tidak berusaha melenyapkannya padahal dia memiliki kesanggupan, (cukup baginya) firman Allah:

“Mereka tidak saling mengingkari perbuatan mungkar yang telah mereka kerjakan, amat buruklah apa yang telah mereka perbuat.” (Al-Maidah: 79) (Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah hal. 342) [http://asysyariah.com/awas-dukun-tukang-ramal-penciduk-agama-dan-harta-bagian-2.html]

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Setiap orang yang menebarkan kerusakan di tengah-tengah manusia dalam urusan agama atau dunia mereka, maka dia harus diminta bertaubat. Kalau dia bertaubat maka dibebaskan. Akan tetapi jika tidak mau, maka ia wajib dibunuh. Terlebih lagi jika perkara-perkara ini menyebabkan keluarnya orang dari Islam.” (al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 1/340, lihat juga nasehat Syaikh Shalih al-Fauzan dalam al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 117) [http://abumushlih.com/membongkar-kedustaan-wali-syaitan.html/]

Adapun kewajiban rakyat adalah melaporkan mereka kepada penguasa, seperti Amir Negeri, Lembaga Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Pengadilan (di Saudi). Hal ini termasuk dalam kategori mengingkari mereka dengan lisan dan termasuk tolong menolong atas dasar kebajikan dan takwa.  (http://www.alsofwa.com/4822/950-fatwa-hukum-pergi-kepada-dukun-dan-sejenisnya-untuk-memperoleh-kesembuhan-dan-mempercayai-mereka.html)

 

Tambahan Faedah:

– Jika dukun (mengaku mengetahui yang ghaib dan melakukan praktik sihir) tersebut dianggap kyai, maka hukuman di atas tetap berlaku. Kaum muslimin tidak boleh shalat di belakang mereka (para dukun) dan tidak sah shalat di belakang mereka. Bila seseorang kemudian mengetahui hal itu hendaklah dia meminta ampun kepada Allah dan mengulangi shalatnya.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da‘imah, 1/394)

(http://asysyariah.com/awas-dukun-tukang-ramal-penciduk-agama-dan-harta-bagian-2.html)

 

Simpulan dan Penutup

Datang ke dukun untuk menyelesaikan masalah tidak akan bisa menyelesaikan masalah, tetapi justru akan membuat masalah yang dihadapi semakin runyam. Karena perdukunan dipenuhi dengan bumbu kedustaan dan yang paling parah akan menjerumuskan ke dalam musibah yang jauh lebih besar yaitu kemusyrikan.

Dukun adalah wali syaitan. Meskipun ia dijuluki dengan kyai, ustadz, tabib, pakar pengobatan alternatif, atau bahkan disebut sebagai Wali Allah [?!]. Karena nama tidak merubah hakekat. Oleh sebab itu wajib bagi kaum muslimin untuk waspada dan menjauhi mereka (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 117). Meskipun dukun bisa menampakkan keanehan dan keajaiban, maka hal itu tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk membenarkan mereka. Karena karamah itu hanya diberikan Allah kepada wali-wali-Nya. Padahal hakekat wali Allah adalah hamba yang beriman dan bertakwa (lihat Fath al-Majid, hal. 287). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak perlu merasa takut dan tidak pula sedih. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa menjaga ketakwaan.” (QS. Yunus: 62-63) [http://abumushlih.com/membongkar-kedustaan-wali-syaitan.html/]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu’ Fatawa (10/421) berkata :  ”Tidaklah wali Allah itu kecuali orang yang mentaati – Nya baik secara dzohir maupun bathin, dia membenarkan berita-berita ghoib yang Allah kabarkan (dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah -penj) dan senantiasa taat kepada Nya dalam perkara yang Allah wajibkan atas makhluk-Nya dengan menjalankan kewajiban – kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Maka barangsiapa yang tidak membenarkan berita-berita dari Nya, dan tidak mau mentaati perkara yang Dia wajibkan dan Dia perintahkan baik dalam perkara bathin yang ada didalam hati maupun amalan nyata yang dkerjakan oleh badan, maka orang yang seperti ini bukanlah termasuk orang yang beriman terlebih lagi kalau dikatakan sebagai wali Nya, walaupun terjadi pada orang tersebut perbuatan yang di luar batas kemampuan seorang manusia. Apakah bisa terjadi ? Maka sesungguhnya perbuatan itu tidak akan terjadi pada seseorang dalam keadaan  orang tersebut meninggalkan amalan-amalan yang Allah perintahkan dengan menunaikan kewajiban-kewajiban seperti sholat dan yang lainnya, baik bersucinya dan kewajiban-kewajibannya dan dia mengerjakan apa yang dilarang, jika orang yang seperti ini keadaannya dia termasuk orang-orang yang memiliki perbuatan syaithan yang justru menjauhkan pelakunya dari Allah dan akan mendekatkan kepada kemurkaan dan adzab Nya” (http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2009/06/03/fatwa-syaikh-ali-tentang-ponari/)

“Dukun adalah wali syaitan BUKAN ustadz/kyai (yang lurus tauhid dan manhajnya) yang merupakan wali Alloh”

Kita tidak boleh tertipu oleh kebenaran yang disampaikan oleh dukun dalam sebagian perkara ataupun dikarenakan banyaknya orang -yang dianggap berilmu- yang berduyun-duyun mendatangi mereka. Sesungguhnya mereka bukanlah orang yang mendalam ilmunya, bahkan perbuatan mereka -dengan melanggar larangan- itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang bodoh (lihat Fath al-Majid, hal. 283) [http://abumushlih.com/membongkar-kedustaan-wali-syaitan.html/]

Para dukun adalah para penjahat kelas kakap yang harus diciduk dan dijatuhi hukuman berat. Bukan harta atau perhiasan yang telah mereka rampas dari kaum muslimin, bahkan sesuatu yang jauh lebih berharga daripada intan berlian atau emas dan permata, yaitu kesucian dan kemurnian aqidah tauhid yang sudah semestinya tertanam kokoh di hati sanubari setiap mukmin dan mukminah.

Tentu saja hal ini menunjukkan kepada kita bahwa praktek perdukunan dan paranormal -apa pun istilahnya- merupakan penyakit masyarakat yang sangat ganas dan mematikan. Gara-gara ulah mereka aqidah masyarakat menjadi rusak, tatanan agama menjadi tidak lagi dihiraukan, muncul permusuhan, pengambilan harta tanpa hak, dan pertumpahan darah di atas muka bumi. (http://buletin.muslim.or.id/aqidah/mereka-adalah-penjahat)

Memerangi dukun dan paranormal -dengan kekuatan dan sanksi hukum- merupakan tugas mulia (kewajiban) yang diemban para pemerintah kaum muslimin demi tegaknya keadilan dan ketentraman di atas muka bumi ini (lihat Syarh ‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 504). (http://abumushlih.com/membongkar-kedustaan-wali-syaitan.html/)

Semoga Alloh yang bersemayam di atas ‘Arsy selalu menjaga kita semua dari kejelekan setan dan bala tentaranya dari para dukun yang berkedok apapun namanya.

Wallohu A’lam. Semoga Bermanfaat

Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat.

 Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat

 

Abu Muhammad

Palembang, 19 Rajab 1434 H/ 29 Mei 2013

 

Download dalam bentuk pdf, artikel: INI USTADZ, KYAI, WALI, ATAU DUKUN (1 s.d 7, lengkap)

5 comments on “Ini Ustadz, Kyai, Wali, atau Dukun? (7) [Hukuman Untuk Si Dukun]

  1. mana ada Rasulullah subhaanahuwata’ala,,
    (maaf, komentar yang tidak bermutu terpaksa tidak saya tampilkan-admin)

    • Terima kasih atas sarannya, sudah saya koreksi

      Saya masih awam, kalau ada kesalahan mohon dikoreksi secara ilmiyah dengan dalil/nash yang shohih dan perkataan ‘ulama yang mu’tabar

      Kewajiban atas sesama muslim adalah menasihati (Al-Ashr: 3) bukan mencaci maki (yang mana ini termasuk kefasikan, HR. Muslim 1/58)

  2. Artikel ini sekaligus menjawab bahwa kepemimpinan Islam, apapun itu istilahnya, baik Khilafah, Amirul Mukminin atau Imamah, harus ditegakkan. Tanpa institusi, maka tidak berhak perorangan melakukan hudud dan hukum Allah lainnya.

Leave a comment