Gallery

Apakah Berjenggot, Celana di Atas Mata Kaki, dan Bercadar Merupakan Ciri-ciri Teroris? (4) [Hukum Celana di Bawah Mata Kaki (Isbal)-1]

Artikel sebelumnya: Apakah Berjenggot, Celana di Atas Mata Kaki, dan Bercadar Merupakan Ciri-ciri Teroris? (3) [Bolehkah Mencukur Jenggot-3]

 

B. Hukum Celana Isbal di Bawah Mata Kaki (Isbal)

granadaprivat.wordpress.com

Masyarakat umum pun sudah menganggap bahwa hukum celana di bawah mata kaki (isbal) adalah boleh, selama tidak sombong. Barangkali mereka tidak memandang perselisihan ‘ulama tentang masalah ini, sehingga pelaku ‘celana ngatung’ pun dianggap ekstrim. Seandainya mereka mau sedikit ilmiah, niscaya mereka akan menghargai orang-orang yang takut larangan isbal dan tidak menggelari dengan sebutan ciri-ciri teroris, dan sebagainya. Mari kita telaah permasalahan ini secara lengkap.

Pentingnya Pembahasan Masalah Ini

Jika ada yang berkata : Ngapain membahas hukum isbal?, toh ini hanya permasalahan qusyur (kulit) agama, bukan masalah inti agama !!!

Kita katakan :

Para ulama dalam banyak tulisan-tulisan mereka telah menggandengkan antara hukum-hukum ibadah dan mu’amalah. Contohnya bisa kita lihat dalam buku-buku hadits seperti Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dan yang lainnya, demikian juga dalam buku-buku fiqh Islam, maka kita akan dapati kitabul Adab dan kitabul Libaas (pakaian) berkaitan dengan ibadah seperti sholat dan puasa (Dan masalah isbal selain disebutkan oleh para ulama dalam bab tersendiri dia juga disebutkan oleh para ulama dalam bab sholat (yaitu berkaitan dengan pakaian dalam sholat). Hal ini menunjukan bahwa Islam memperhatikan dengan perkara-perkara ini (yang kalian anggap sebagai kulit semata) sebagaimana perhatian Islam terhadap ibadah. Allah telah berfirman,

مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْءٍ (الأنعام : 38 )

“Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Alkitab .”(QS. 6:38)

Orang-orang musyrik berkata kepada Salman Al-Farisi, “Sesungguhnya Nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga adab buang air”, maka Salman berkata, “Benar, sesungguhnya ia telah melarang kami buang air besar atau buang air kecil sambil menghadap kiblat, atau kami beristinja’ (cebok) dengan menggunakan tangan kanan, atau kami beristinja’ dengan batu kurang dari tiga, atau kami beristinja’ dengan menggunakan kotoran atau tulang.” (HR Muslim I/223 no 262)

Seandainya isbal itu hanya sekedar perkara kulit agama, apa yang mendorong Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam dan para shahabat, demikian juga para ulama meyibukkan diri mereka untuk memperingatkan orang dari perkara kulit tersebut (baca: isbal)??. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam sebagaimana telah lalu begitu bersemangat mengingatkan orang yang isbal. Karena terlalu bersemangatnya hingga beliau sambil berlari-lari kecil untuk memperingatkan orang tersebut. Demikian juga semangat para sahabat untuk mengingatkan orang dari isbal.

Muhammad bin Ziad berkata, “Tatkala melihat seseorang menyeret sarungnya (isbal), Saya mendengar Abu Hurairah meneriaki sambil menginjak-injakkan kakinya ke tanah, dan ketika itu Abu Hurairah adalah amir (penguasa) Bahrain: “Amir telah datang, Amir telah datang! Rasulullah pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada orang yang mengisbal sarungnya karena sombong.” (HR: Muslim :5430)

Cermatilah, bagaimana semangat Abu Hurairah dalam mengingatkan orang tersebut padahal Abu Hurairah ketika itu adalah seorang amir, namun kedudukannya tidak menyibukkan dia untuk tidak bernahi munkar. Dia tidak memandang isbal adalah perkara sepele sehingga dibiarkan saja mengingat kedudukannya yang tinggi sebagai penguasa Bahrain, yang tentunya adatnya seorang penguasa adalah penuh dengan kesibukan dengan perkara-perkara besar. Kapan kita menggebu-gebu untuk memperingatkan saudara-saudara kita dari isbal??

Ibnu Abdil Barr berkata, “Termasuk riwayat yang paling mengena tentang hal ini, apa yang diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyaiynah dari Husain dari ‘Amr bin Maimun berkata: “Tatkala Umar ditikam, manusia berdatangan menjenguk beliau. Diantara pembezuk, seorang pemuda dari Quraisy. Ia memberi salam kepada Umar. (Begitu hendak bergegas pergi) Umar melihat sarung pemuda tersebut dalam keadaan isbal, serta-merta beliau memanggilnya kembali dan berkata, “Angkat pakaianmu karena hal itu lebih bersih bagi pakaianmu dan engkau lebih bertaqwa pada Rabbmu.” (Selengkapnya lihat Bukhari no:3700). ‘Amr bin Maimun berkomentar :” Kondisi Umar ( yang kritis) tidak menghalanginya untuk menyuruh anak muda tadi agar mentaati Allah.” (Fathul Malik Bi tabwibi At-Tamhid 9/384)

Berkata Ibnu Umar tatkala melihat sikap ayahnya ini,

عَجَبًا لِعُمَرَ إِنْ رَأَى حَقَّ اللهِ عَلَيْهِ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مَا هُوَ فِيْهِ أَنْ تَكَلَّمَ بِهِ

“Umar sungguh menakjubkan, jika ia melihat hak Allah (yang wajib ia tunaikan) maka tidak akan mencegahnya kondisinya (yang sekarat tersebut) untuk berbicara (menegur) hak Allah tersebut.” (Mushonnaf Ibni Abi Syaibah V/166 no 24815)

Apakah kita menuduh Umar di akhir hayatnya dalam keadaan sekarat dengan perut yang robek hingga cairan yang beliau minum keluar melalui robekan tersebut, masih sempat-sempat memperhatikan masalah kulit agama?? Apa tidak ada masalah lain yang lebih signifikan hingga beliau sibuk-sibuk memperingatkan orang dari isbal padahal kondisinya sudah kritis??

Derajat hadits-hadits yang melarang isbal telah mencapai derajat mutawatir maknawi. Selayaknya kaum muslimin memperhatikan hal ini Sesungguhnya seluruh perkara yang menarik perhatian Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam adalah penting, walaupun masyarakat menganggapnya sepele. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh meremehkan dosa apapun. Bukankah Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam telah bersabda , “Hati-hatilah terhadap dosa-dosa yang diremehkan.” (HR. Ahmad I/402 no 3818, V/331 no 22860 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 3102)

عن حميد بن هلال قال قال عبادة بن قرط إنكم تأتون أشياء هي أدق في أعينكم من الشعر كنا نعدها على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم الموبقات قال فذكروا لمحمد صلى الله عليه وسلم قال فقال صدق أرى جر الإزار منه

Berkata Humaid bin Hilaal, “Ubadah bin Qorth –radhiallahu ‘anhu- berkata, “Sesungguhnya kalian akan melakukan perkara-perkara yang menurut kacamata kalian lebih ringan daripada sehelai rambut, namun menurut kami di zaman Rasulullah termasuk (dosa-dosa besar) yang membinasakan. Mereka pun menyebutkan perkataan Ubadah bin Qorth ini ke Muhammad bin Sirin, maka dia berkata, “Ia telah berkata benar dan menurutku mengisbal sarung termasuk perkara-perkara yang membinasakan tersebut.” (Atsar riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya III/470 no 15897, V/79 no 20769. Dan perkataan ‘Ubadah bin Qorth ini diucapkan oleh Anas bin Malik sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam shahihnya V/2381 no 6127)

Sungguh indah perkataan orang yang berkata, “Kalau bukan karena kulit tentu isi (buah) telah rusak.” (http://firanda.com/index.php/artikel/aqidah/273-isbal-no-apa-sih-susahnya-wong-tinggal-ninggikan-celana-sedikit-kan-masih-tetap-keren)

 

Dalil-dalil Seputar Larangan Isbal

Untuk memudahkan pembahasan khilafiyah ulama seputar masalah ini, maka dalil-dalil tersebut  dibagi ke dalam dua kelompok

Pertama, mengharamkan isbal jika karena sombong.

a. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

من جر ثوبه خيلاء ، لم ينظر الله إليه يوم القيامة . فقال أبو بكر : إن أحد شقي ثوبي يسترخي ، إلا أن أتعاهد ذلك منه ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنك لن تصنع ذلك خيلاء . قال موسى : فقلت لسالم : أذكر عبد الله : من جر إزاره ؟ قال : لم أسمعه ذكر إلا ثوبه

Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’.Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya’. ”. (HR. Bukhari 3665, Muslim 2085)

b. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

بينما رجل يجر إزاره من الخيلاء خسف به فهو يتجلجل في الأرض إلى يوم القيامة.

Ada seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena sombong. Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Dia meronta-ronta karena tersiksa di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”. (HR. Bukhari, 3485)

c. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

لا ينظر الله يوم القيامة إلى من جر إزاره بطراً

Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong” (HR. Bukhari 5788)

Kedua, hadits-hadits yang mengharamkan isbal secara mutlak baik karena sombong ataupun tidak.

a. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار

Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” (HR. Bukhari 5787)

b. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب

Ada tiga jenis manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan disucikan oleh Allah. Untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim, 106)

c. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

لا تسبن أحدا ، ولا تحقرن من المعروف شيئا ، ولو أن تكلم أخاك وأنت منبسط إليه وجهك ، إن ذلك من المعروف ، وارفع إزارك إلى نصف الساق ، فإن أبيت فإلى الكعبين ، وإياك وإسبال الإزار ؛ فإنه من المخيلة ، وإن الله لا يحب المخيلة

Janganlah kalian mencela orang lain. Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun itu hanya dengan bermuka ceria saat bicara dengan saudaramu. Itu saja sudah termasuk kebaikan. Dan naikan kain sarungmu sampai pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai mata kaki. Jauhilah isbal dalam memakai kain sarung. Karena isbal itu adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan” (HR. Abu Daud 4084, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)

d. Hadits Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam :

مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي إِزَارِي اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ! فَرَفَعْتُهُ. ثُمَّ قَالَ: زِدْ! فَزِدْتُ. فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: إِلَى أَيْنَ؟ فَقَالَ: أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ

Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”.  Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.” (HR. Muslim no. 2086)

e. Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu’anhu beliau berkata:

رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أخذ بحجزة سفيان بن أبي سهل فقال يا سفيان لا تسبل إزارك فإن الله لا يحب المسبلين

Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangu kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata: ‘Wahai Sufyan, janganlah engkau isbal. Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil’” (HR. Ibnu Maajah no.2892, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)

Dari dalil-dalil di atas, para ulama sepakat haramnya isbal karena sombong dan berbeda pendapat mengenai hukum isbal jika tanpa sombong. (http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/syubhat-seputar-larangan-isbal.html)

 

Khilafiyah Para Ulama Seputar Masalah Isbal

Perselisihan ulama terkait masalah ini dapat dibagi ke dalam 3 kelompok:

1. Para ulama yang membolehkan isbal jika tidak disertai sombong

Kelompok ini mengatakan bahwa dalil-dalil larangan isbal adalah global (muthlaq), sedangkan dalil global harus dibatasi oleh dalil yang spesifik (muqayyad). Jadi, secara global isbal memang dilarang yaitu haram, tetapi ada sebab (‘illat) yang men-taqyid­-nya yaitu karena sombong (khuyala’). Kaidahnya adalah Hamlul muthlaq ilal muqayyad (dalil yang global mesti dibawa/dipahami kepada dalil yang mengikatnya/mengkhususkannya).

a). Imam Abu Hanifah

Dalam Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu Muflih berkata:

Berkata pengarang Al Muhith dari kalangan Hanafiyah,  dan diriwayatkan bahwa Abu Hanifah Rahimahullah  memakai mantel mahal seharga empat ratus dinar, yang menjulur hingga sampai tanah. Maka ada yang berkata kepadanya: “Bukankah kita dilarang melakukan itu?” Abu Hanifah menjawab: “Sesungguhnya larangan itu hanyalah untuk yang berlaku sombong, sedangkan kita bukan golongan mereka.” (Imam Ibnu Muflih, Al Adab Asy Syar’iyyah, Juz. 4, Hal. 226. Mawqi’ Al Islam)

b). Imam Ahmad bin Hanbal

Dalam satu riwayat Hanbal berkata: “Menjulurnya kain sarung, jika tidak dimaksudkan untuk sombong, maka tidak mengapa. Demikian ini merupakan zhahir perkataan lebih dari satu sahabat-sahabatnya (Imam Ahmad) rahimahumullah.” (Al Adab Asy Syar’iyyah)

c). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Syaikh Taqiyyuddin Rahimahullah (maksudnya Ibnu Taimiyah) memilih untuk tidak mengharamkannya, dan tidak melihatnya sebagai perbuatan makruh, dan tidak pula mengingkarinya. (Al Adab Asy Syar’iyyah)

2. Kelompok yang Memakruhkan

Kelompok ini adalah kelompok mayoritas, mereka menggunakan kaidah yang sama dengan kelompok yang membolehkan, yakni larangan isbal mesti dibatasi oleh khuyala (sombong). Hanya saja kelompok ini tidak mengatakan boleh jika tanpa sombong, mereka menilainya sebagai makruh tanzih, tapi tidak pula sampai haram.

Para fuqaha Islam menyebutkan bahwa hukum  makruh ada dua macam, yakni Makruh Tanzih dan Makruh Tahrim. Makruh Tanzih adalah makruh ynag mendekati mubah (boleh). Makruh Tahrim adalah makruh yang mendekati haram.

a). Imam Asy Syafi’i dan Imam An Nawawi

“Tidak boleh isbal di bawah mata kaki jika sombong, jika tidak sombong maka makruh  (dibenci). Secara zhahir hadits-hadits yang ada memiliki pembatasan (taqyid) jika menjulurkan dengan sombong, itu menunjukkan bahwa pengharaman hanya khusus bagi yang sombong”. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim karya Imam An Nawawi)

b). Imam Ibnu Abdil Barr 

“Bisa dipahami bahwa menjulurkan pakaian bukan karena sombong tidaklah termasuk dalam ancaman hadits tersebut, hanya saja memang menjulurkan gamis dan pakaian lainnya, adalah tercela di segala keadaan” (dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, Kitab Al Libas Bab Man Jarra Tsaubahu min Al Khuyala)

c). Imam Ibnu Qudamah

“Dimakruhkan isbal (memanjangkan) gamis (baju kurung), kain sarung, dan celana panjang, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan menaikannya. Tetapi jika isbal dengan sombong maka haram” (Imam Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, Al Fashlu Ats Tsalits Maa Yakrahu fi Ash Shalah)

3. Kelompok Ulama yang Mengharamkan

Kelompok ini berpendapat bahwa isbal adalah haram baik dengan sombong atau tidak, dan dengan sombong keharamannya lebih kuat dengan ancaman neraka, jika tidak sombong maka tetap haram dan Allah Ta’ala tidak mau melihat di akhirat nanti kepada pelakunya (musbil). Kelompok ini memahaminya sesuai zahirnya hadits.

a). Imam Ibnu Hajar Al Asqalani

Kesimpulannya, isbal itu melazimkan terjadinya menjulurnya pakaian, dan menjulurkan pakaian melazimkan terjadinya kesombongan, walau pun pemakainya tidak bermaksud sombong. Hal ini dikuatkan oleh riwayat Ahmad bin Mani’ dari jalur lain Ibnu Umar yang dia marfu’kan: “Jauhilah oleh kalian menjulurkan kain sarung, karena sesungguhnya menjulurkan kain sarung merupakan kesombongan (al makhilah).” Ath Thabarani meriwayatkan dari Abu Umamah, “Ketika kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kami berjumpa dengan Amru bin Zurarah al Anshari yang mengenakan mantel secara isbal, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengambil bagian tepi pakaiannya merendahkan dirinya kepada Allah, lalu berdoa: “Ya Allah hambaMu, anak hambaMu, anak hambaMu yang perempuan. (bisa juga bermakna “Demi Allah“), sampai akhirnya Amru mendengarkan itu, lalu dia berkata: “Ya Rasulullah sesungguhnya aku merapatkan kedua betisku (maksudnya jalannya tidak dibuat-buat, pen).” Maka nabi bersabda: “Wahau Amru, sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, wahai Amru sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang musbil. (Ibnu Hajar Al-Asqalani)

b). Ibnul ‘Arabi

“Tidak boleh bagi seorang laki-laki membiarkan pakaiannya hingga mata kakinya lalu berkata: “Saya  menjulurkannya dengan tidak sombong.” Karena secara lafaz, sesungguhnya larangan tersebut telah  mencukupi, dan tidak  boleh juga lafaz yang telah memadai itu ada yang menyelisihinya secara hukum, lalu berkata: “Tidak ada perintahnya,” karena ‘illat (alasannya) itu  tidak ada. Sesungguhnya itu adalah klaim yang tidak benar, bahkan memanjangkan ujung pakaian justru itu menunjukkan kesombongan sendiri”. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari,  Kitab Al Libas Bab Man Jarra Tsaubahu min Al Khuyala, No hadits. 5354. Lihat juga Nailul Authar karya Imam Asy Syaukani)

c). Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

“Banyak hadits-hadits yang semakna dengan ini, yang menunjukkan haramnya isbal secara mutlak, walaupun pemakainya mengira bahwa dia tidak bermaksud untuk sombong, karena hal itu menjadi sarana menuju kepada kesombongan, selain memang hal itu merupakan israf (berlebihan), dapat mengantarkan pakaian kepada najis dan kotoran. Ada pun jika memakainya dengan maksud sombong perkaranya lebih berat lagi dan dosanya lebih besar”. (al-Buhuts al-Islamiyah)

Fatwa beliau juga bisa dilihat di: http://abuthalhah.wordpress.com/2009/05/09/bolehkah-isbal-memanjangkan-celana-sampai-dibawah-mata-kaki-bagi-pria/atau http://salafiyunnotes.wordpress.com/2012/10/01/hukum-isbal-menurunkan-pakaian-dibawah-mata-kaki-bag-6/

Bukan hanya mereka, Imam Adz Dzahabi (bermadzhab Syafi’iyyah) dan Imam Al Qarrafi (bermadzhab Malikiyah) juga mengharamkan.

Bahkan Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin menyebutkan isbal dalam shalat adalah maksiat dan shalatnya tidak sah.  Katanya:

“Ada pun hal yang diharamkan menurut sifatnya adalah seperti pakaian yang menjulur, dia adalah seorang yang memakai pakaian katun yang mubah, tetapi dia menurunkannya sampai melewati dua mata kaki. Maka kami katakan: ini adalah diharamkan menurut sifatnya, dan tidak sah shalatnya, karena itu tidak diizinkan, dan termasuk maksiat dengan pakaiannya itu, dan secara syar’i hukumnya adalah batal, dan barang siapa yang beramal yang bukan termasuk perintah kami maka itu tertolak”. (Syarhul Mumti’ karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin) [http://cafe-islamicculture.blogspot.com/2011/03/kupas-tuntas-masalah-hukum-isbal-celana.html]

Fatwa beliau juga bisa dilihat di: http://abukhodijah.wordpress.com/2010/05/25/sahkah-sholat-dengan-pakaian-panjang-melebihi-mata-kaki-musbil/ dan http://abuthalhah.wordpress.com/2009/05/09/bolehkah-isbal-memanjangkan-celana-sampai-dibawah-mata-kaki-bagi-pria/

Lihat pula perkataan-perkataan ulama 4 mazhab seputar isbal di: http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/syubhat-seputar-larangan-isbal.html

Bersambung ke: Apakah Berjenggot, Celana di Atas Mata Kaki, dan Bercadar Merupakan Ciri-ciri Teroris? (5) [Hukum Celana di Bawah Mata Kaki (Isbal)-2]

One comment on “Apakah Berjenggot, Celana di Atas Mata Kaki, dan Bercadar Merupakan Ciri-ciri Teroris? (4) [Hukum Celana di Bawah Mata Kaki (Isbal)-1]

Leave a comment